dimensi dimensi komunikasi antar budaya
Berikutini adalah beberapa tokoh pelukis ternama di Indonesia antara lain, Raden Saleh, S. Sudjojono, Affandi, Basuki Abdulah. Salah satu dari tokoh tersebut merupakan perintis dan pelopor seni rupa modern di Indonesia yaitu Raden Saleh. Gambar kubus di samping merupakan gambar bentuk 3 dimensi yang menggunakan salah satu teknik proyeksi. . Pelukis Terkenal Di Indonesiamở bài trong bài văn kể chuyện lớp 4. Tak bisa dipungkiri bahwa dunia yang kita tempati telah berkembang menjadi demikian maju dan menjelma menjadi apa yang kemudian dikenal sebagai “global Village” desa dunia.Salah satu implikasinya adalah makin meningkatnya kontak-kontak komunikasi dan hubungan antar berbagai bangsa dan negara. Berbagai masalah bisa saja timbul ketika terjadi kontak antarbudaya,karena masing-masing pihak tidak mau memahami pihak lainnya, sementara kebudayaan yang berbeda serta merta juga diwarnai perbedaan dalam hal ideologi, orientasi dan gaya hidup. Menyadari kemungkinan timbulnya masalah karena perbedaan antarbudaya, yang bisa jadi bahkan mengerucut pada konflik, kekerasan, permusuhan, perpecahan, deskrimnasi, dsb.,maka dirasa makin perlu mempelajari masalah-masalah komunikasi luas lingkup permasalahannya, setidaknya terdapat 3tiga kategori kesadaran yang mendorong upaya menciptakan cara-cara untuk berhubungan dalam konteks antarbudayakesadaran internasional,kesadaran domestik atau dalam negeri,dan kesadaran pribadi. Kesadaran Internasional Sejak akhir tahun 60-an sampai sekarang, dunia seakan-akan semakin menyempit, karena orang-orang bertambah mudah untuk pergi ke tempat-tempat yang semula asing sana ia bertemu, bergaul dan bekerja sama dengan orang-orang yang mungkin berlainan sama sekali cara berpikir dan kebiasaanya. Perkembangan alat-alat perhubungan dan juga sarana komunikasi, menjadi pemicu makin meningkatnya hubungan-hubungan antarbudaya sehingga waktu,jarak dan ruang makin tak berarti. Dalam suasana yang seperti itu maka dunia seakan terdesak untuk mengupayakan tercapainya saling pengertian antar sesama umat apa yang dianggap baik oleh suatu bangsa belum tentu dinilai baik pula oleh bangsa lain yang berbeda ideologi atau falsafah bagi masyarakat kapitalis, tidaklah masuk akal bila orang yang telah bekerja keras dan memeroleh imbalan yang memang sewajarnya untuk itu, harus dibatasi akan apa yang memang menjadi haknya demi asas pemerataan seperti selalu dicanangkan dalam masyarakat sosialis. Belajar untuk mengerti pikiran dan perilaku orang-orang lain, tidak saja menjadi perhatian utama dari pemerintah suatu negara,tetapi juga lembaga-lembaga perekonomian sosial dan keagamaan, serta individu-individu yang berusaha untuk memahami dunia yang semakin kompleks. Contoh kasus di AS, sementara pengamat mencatat bahwa sebelum Perang Dunia II sebagian besar warga AS kurang memiliki perspektif tentang dunia PD II,mereka seakan terbangun dari pandangan “isolasionistik”dan mulai melihat bahwa ada masyarakat-masyarakat di luar negerinya yang sebelumnya tak saat itu, mulai menjamur tumbuhnya kursus-kursus bahasa asing. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memahami budaya lain melalui bahasanya. Pada tahun 1950-an, beberapa ahli seperti Edward T Hall menemukan bahwa lembaga-lembaga khusus yang diadakan oleh pemerintah AS untuk memberikan informasi tentang AS ke dunia luar seperti USIS,Voice of America dan lain-lain kadang-kadang kurang mempunyai pengetahuan tentang muncul istilah The Ugly American bagi pejabat-pejabat dinas luar negeri yang dirasakan kurang terlatih, sehingga kurang kesadaran dan keterampilannya untuk menangani masalah-masalah berkaitan dengan dengan komunikasi antarbudaya KAB.Hall kemudian menyusun buku “The Silent Language” 1959 yang bisa dianggap menandakan lahirnya KAB, karena merupakan sintesis dari berbagai hal yang pokok dan mendasar dalam memahami kebudayaan dan komunikasi, persepsi-persepsi budaya tentang ruang jarak antarpribadi dan waktu, serta hubungannya dengan berbagai kesalahpahaman antarbudaya. Kesadaran Domestik Bersamaan dengan perubahan-perubahan dunia internasional,perubahan kebudayaan juga demikian pesat terjadi di dalam beberapa AS, negara yang dikenal sebagai lahirnya KAB, selama dua puluh tahun terakhir muncul kelompok-kelompok minoritas sub-budaya seperti kelompok orang hitam,Chicanos,golongan wanita,kaum homoseksual,orang miskin, yang kian hari kian garang menyuarakan pengakuan akan dengan itu,pemerintah AS mengeluarkan undang-undang dan keputusan pengadilan yang menghapuskan deskriminasi dalam fasilitas-fasilitas pemisah” yang dibangun oleh kebudayaan dominan atas dasar ketakutan, ketidaktahuan,ketidakpedulian, dan prasangka kepada kelompok lain mulai antar warga berbeda sub-budaya pun tak terelakkan yang seringkali diwarnai kegagalan karena masalah-masalah yang muncul tidak cuma berkaitan dengan perbedaan bahasa,panjang rambut, pola penggunaan waktu,pakaian, warna kulit, tetapi lebih mendalam dan kompleks karena menyangkut perbedaan nilai dan cara memandang titik inilah, maka kebutuhan untuk memahami dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok sub-budaya demikian tadi menjadi pendorong dilakukannya studi tentang Komunikasi Antar Budaya. Di Indonesia, kebutuhan untuk studi tentang KAB kiranya merupakan hal yang tidak perlu ditunda lagi karena di Indonesia dengan banyaknya suku bangsa dengan bahasa, dialek, nilai-nilai dan falsafah pemikirannya masing-masing, tidak mustahil akan membuka kemungkinan terjadinya kesalahpaman dan bahkan sampai konflik itu,ada gejala munculnya kelompok-kelompok sub-budaya di kota-kota besar seperti kelompok kaum “homoseks”,”anak gaul” dengan “geng dan bahasa prokemnya”, menambah variasi kebudayaan di negeri kita semakin kaya. Namun dengan “variasi”ini, tentunya kemungkinan timbulnya permasalahan sosial akan meningkat pula Kesadaran Pribadi Terdapat beberapa keuntungan yang bisa didapat oleh individu secara pribadi dari studi Komunikasi Antar Budaya, di antaranya Perasaan senang dan puas dalam menemukan sesuatu yang baru, dalam hal ini kebudayaan orang lain yang belum pernah diketahui atau disadari sebelumnya. Pengetahuan tentang KAB dapat membantu untuk menghindari masalah-masalah komunikasi, misal pemahaman tentang faktor-faktor yang melatar belakangi persepsi seseorang akan menjadi pedoman dalam memperlakukan mereka. Kesempatan-kesempatan kerja yang terbuka bagi orang yang memiliki kemampuan dalam hal KAB Memberikan kesempatan untuk mempersepsikan dan memahami diri sendiri. Penjelasan Konseptual Komunikasi Antar Budaya Pengertian Komunikasi Lintas Budaya cross-cultural dan Antar Budaya inter-cultural biasanya tidak begitu istilah itu biasanya dipakai secara berganti-ganti dengan makna yang hampir sama. Meski dalam tulisan ini nantinya akan memakai kedua istilah tersebut secara bergantian,namun ada baiknya kita menelusuri nuansa perbedaan arti yang sempat muncul dalam literatur KAB. Mari kita simak beberapa definisi tentang komunikasi antarbudaya berikut ini Komunikasi antarbudaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain Sitaram, 1970. Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi di antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya Rich,1974 Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan Stewart,1974 Komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna di antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya Gernard Maletzke, 1976 Dari beberapa definisi yang kita petik di atas nampak sekali bahwa komunikasi antar budaya lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi antarpribadi di antara komunikator dan komunikan yang kebudayaannya berbeda. Yang menjadi pertanyaan di sini, apakah komunikasi antarbudaya hanya terjadi ketika adanya komunikasi antara orang atau kelompok orang yang berbeda bangsanya?Pertanyaan seperti ini wajar mengemuka karena memang banyak studi komunikasi antarbudaya seolah-olah menyebutkan orang Jepang, orang Indonesia, orang Amerika Latin, dan lain-lain sebagai orang dengan satu kebudayaan yang ada dan berkembang dalam setiap bangsa itu belum tentu pemrakarsa komunikasi antarbudaya,umumnya memang memberikan gambaran bahwa setiap bangsa mempunyai satu kebudayaan yang yang mau dihomogenisasikan itu adalah konsep suku bangsa/state dengan the people. Dalam tulisan ini, konsep komunikasi antarbudaya dimaknai sebagai komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda budaya, bahkan dalam satu bangsa asumsi ini,misal, telah terjadi komunikasi antarbudaya ketika berlangsung komunikasi antarpribadi antara orang Jawa dengan orang Flores. Studi Awal tentang Komunikasi Antar Budaya Kajian awal tentang komunikasi antarbudaya dimulai oleh Asante dan kawan-kawan pada tahun kemudian dengan lahirnya International and Intercultural Communication Annual pada tahun 1983 yang dalam setiap terbitannya menampung karya-karya bertema komunikasi pertama tentang “Teori komunikasi antarbudaya” diluncurkan tahun 1983 oleh Gudykunst, disusul tahun 1988 oleh Kim dan Gudykunst, sedangkan tema metode penelitian ditulis oleh Gudykunst dan Kim tahun 1984 Edisi lain tentang komunikasi, kebudayaan, proses kerjasama antarbudaya ditulis oleh Gudykunst, Stewart dan Ting Toomy tahun 1985, komunikasi antaretnik oleh Kim tahun 1988, dan terakhir komunikasi/bahasa dan kebudayaan oleh Ting Toomy & Korzenny, tahun 1988. Pada tahun-tahun belakangan ini 1990-an dst studi-studi komunikasi antarbudaya diperluas meliputi pula studi diplomasi antarbangsa,misalnya Penelitian Komunikasi Kemanusiaan,Jurnal Komunikasi Internasional dan Relasi Antarbudaya,Jurnal Studi Tentang Orang Hitam, serta Jurnal Bahasa dan Psikologi Sosial. Di sini pertlu dicatat peran Mc Luhan sebagai orang pertama yang memberikan penekanan pada kajian komunikasi antarbudaya karena dia melihat adanya gejala makin meningkatnya hubungan dan ketergantungan gagasan McLuhan itulah kemudian lahir konsep “Tatanan Komunikasi dan Informasi Dunia Baru” yang memengaruhi perkembangan sejumlah penelitian tentang perbedaan budaya antaretnik, rasial dan golongan di semua bangsa. Konsep Komunikasi Lintas Budaya Sekarang bagaimana dengan konsep Komunikasi Lintas Budaya?Pada mulanya, studi komunikasi lintas budaya memang berangkat dari perspektif antropologi sosial dan budaya sehingga lebih bersifat depth description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan kebudayaan tertentu. Satu contoh studi tentang komunikasi lintas budaya,seperti dilakukan oleh William 1966 dalam Samovar dan Porter 1976, berkisar pada perbandingan perilaku komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan persamaan dan perbedaan 1 persepsi, yaitu sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan fisik terhadap pembentukan persepsi;2 kognisi, yang terdiri unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara berpikir;3 sosialisasi, berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan institusionalisasi; dan 4 kepribadian, misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter atau watak bangsa. Contoh studi lintas budaya yang menarik lainnya adalah seperti karya Erika Vora dan Jay dalam Asante dkk.1979. Penelitian tersebut bertujuan membandingkan pola-pola perilaku para keluarga di tiga negara India, Amerika Serikat dan Jerman Barat. Dari pemaparan di atas dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut Dilihat dari sifat kajiannya istilah komunikasi antarbudaya nampaknya lebih kompleks maknanya ketimbang komunikasi lintas budaya karena banyak kajian komunikasi antarbudaya yang mendekati objeknya melalui pendekatan kritik budaya, sedangkan komunikasi lintas budaya lebih memfokuskan diri pada upaya deskripsi perbandingan pola-pola komunikasi antarpribadi di antara peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan. Dimensi-dimensi Komunikasi Antar Budaya Ada 3 tiga dimensi yang perlu diperhatikan untuk sampai pada pemahaman tentang kebudayaan dalam konteks KAB Pertama, tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan; Kedua, konteks sosial tempat terjadinya KAB; Ketiga, saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB baik yang bersifat verbal maupun nonverbal Dimensi pertama menunjukkan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi istilah kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut Kawasan-kawasan dunia, misal budaya timur, budaya barat Subkawasan-kawasan di dunia, misalnya budaya Amerika Utara, budaya Asia Tenggara. Nasonal/negara,misalnya budaya Indonesia,budaya Perancis, budaya Jepang. Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti ; budaya orang Amerika Hitam,Budaya Amerika Asia, Budaya Cina-Indonesia. Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis kelamin, kelas sosial, coundercuklture budaya Hippis, budaya orang di penjara,budaya gelandangan, budaya kemiskinan Contoh kajian KAB dimensi pertama misalnya,komunikasi antarndividu dengan kebudayaan nasional yang berbeda wirausaha Jepang dengan wirausaha Amerika atau Indonesia atau antar individu dengan kebudayaan ras-etnik yang berbeda seperti antar pelajar penduduk asli dengan guru ada yang mempersempit lagi pengertian pada “kebudayaan individual” karena setiap orang mewujudkan latar belakang yang unik. Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial. Misal, konteks sosial KAB pada organisasi, bisnis, penddikan, akulturasi imigran, politik, penyesuaian pelancong/pendatang sementara, perkembangan alih teknologi/pembangunan/difusi inovasi, konsultasi terapis. Dalam dimensi ini bisa saja muncul variasi kontekstual, misalnya, komunikasi antarorang Indonesia dengan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antarkeduanya dalam berperan sebagai dua orang mahasiswa dari suatu universitas. Dengan demikian konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma, dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus. Dimensi ketiga, berkaitan dengan saluran komunikasi. Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas Antarpribadi/orang Media massa Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga memengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya,orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan mata kepala sendiri. Umumnya, pengalaman komunikasi antarpribadi dianggap memberikan dampak yang lebih melalui media kurang dalam feedback langsung antarpartisan dan oleh karena itu, pada pokoknya bersifat satu saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus bersifat antarbudaya bila partisipan-partisipannya berbeda latar belakang budayanya. Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan,dalam mengklasifikasikan fenomena komunikasi antarbudaya kita dapat menggambarkan komunikasi antara Presiden Indonesia dengan Dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik; komunikasi antara pengacara AS dari keturunan Cina dengan kliennya orang AS keturunan Puerto Rico sebagai komunikasi antarras/antaretnik dalam konteks bisnis;komunikasi imigran dari Asia di Australia sebagai komunikasi antaretnik,antarpribadi dan massa dalam konteks akulturasi. Referensi Berger & Chaffee Eds Handbook of Communication Hills,CalivorniaSage,1987 Antarbudaya Sebuah perbandingan antara Jepang – Amerika,terjemahan Hassan Shadily, CV Antarkarya, Jakarta, 1994 Gudykunst,William B.Ed “Intercultural Communication Theory “ Beverly Hills, Calivornia Sage Publications, 1983 Liliweri, Alo. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya,Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2001 Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin Eds.KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya,PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001 Ditulis dalam Komunikasi Lintas Budaya
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 95KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR Studi Tentang Adaptasi Masyarakat Migran Sunda di Desa Imigrasi Permu Keca-matan Kepahiang Provinsi BengkuluHedi Heryadi1, Hana Silvana21Universitas Terbuka 2Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAKTulisan ini bermaksud untuk mengetahui “Bagaimana komunikasi antarbudaya etnis Sunda dalam mas-yarakat multikultur?”. Untuk mengungkap fenomena tersebut penulis menggunakan metode penelitian kual-itatif dengan menggunakan model interaksionisme simbolik untuk melihat perilaku dan interaksi manusia yang dapat diperbedakan karena ditampilkan melalui melalui simbol dan maknanya. Untuk mendapatkan data, penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara mendalam dan telaah dokumentasi. Hasil penelitian ini menemukan telah terjadi adaptasi timbal balik antara etnis Sunda sebagai pendatang dengan etnis Rejang sebagai pribumi. Adanya sikap saling menghargai dan menghormati antara etnis pendatang dan pribumi memungkinkan setiap kelompok etnis tersebut untuk menjalankan kebudayaan-nya masing-masing. Masyarakat dari etnis Sunda dengan Rejang saat berdialog dapat menggunakan bahasa Sunda, bahasa Rejang atau bahasa melayu dialek Bengkulu. Hubungan antara kedua etnis tersebut sejauh ini telah berlangsung tanpa hambatan yang berarti karena masing-masing etnis telah saling menerima apa Kunci Komunikasi Antarbudaya, etnis Sunda, etnis RejangINTERCULTURAL COMMUNICATION IN MULTICULTURAL SOCIETY STUDY OF SUNDANESE MIGRANT COMMUNITY ADAPTATION IN PERMU IMIGRATION VILLAGE, KEPAHIANG DISTRICT, BENGKULU PROVINCEABSTRACTThis study tries to explore on “How the intercultural communication of Sundanesse ethnic in the multicul-tural society?” This phenomenon is being uncovered by using qualitative research method with symbolic interaction model, by studying the behavior and human interaction which can be differentiated by symbol and its meaning. Three data collecting techniques undertaken are observation, depth interview and literature re-view. The result indicates that mutual adaption has occurred between Sundanesse ethnic as new comers and Rejang Ethnic as native people. The attitude of mutual respect between newcomer ethnic and native ethnic enables them to do their own cultural activity. The Sundanesse ethnic use Sundanesse, Rejangnesse or Malay language with Bengkulu dialect in order to talk with Rejang ethnic. The relation between these two ethnics has continued without obstacle as both ethnics have accepted each other as it Intercultural Communication, Sundanesse ethnic, Rejangnesse ethnicKorespondensi Hedi Heryadi, SP., Universitas Terbuka Jl. Terbang Layang, Pondok Cabe Tangerang Selatan. Email hedi 96 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108PENDAHULUANKomunikasi antarbudaya intercultural com-munication adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya Maletzke dalam Mulyana, 2005 xi. Komu-nikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap akti-vitas komunikasi apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangku-tan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaima-na cara mengkomuni-kasikannya verbal dan nonverbal dan kapan mengkomunikasikannya Mulyana, 2005 xi. Masalah kesukubangsaan merupakan kajian yang sangat penting karena sebagian besar dari negara-negara di dunia ini bersifat multietnis. Di antara sekitar 175 negara anggota Perserika-tan Bangsa-Bangsa, hanya 12 negara yang pen-duduknya kurang lebih homogen. Karena itu masalah kesukubangsaan merupakan masalah global Koentjaraningrat, 1993 3.Komunikasi antar etnis terjadi apabila terjadi perpindahan tempat atau migrasi dari etnis yang berbeda ke wilayah atau daerah yang mempu-nyai etnis yang berbeda. Disitulah terjadi yang dinamakan komunikasi antar etnis. Ketika pen-datang tersebut bermaksud untuk menetap di daerah tersebut mereka perlu melakukan adap-tasi di daerah tersebut baik dari segi adat, ba-hasa budaya dan lain-lainnya. Dalam proses adaptasi tersebut akan muncul kesulitan-kes-ulitan yang akan ditemui, baik secara kognitif maupun konteks identikasi kultural ini, Suparlan 2002 menilai bahwa isu tentang et-nis merupakan realitas yang masih tampak da-lam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Para anggota et-nis dilahirkan, dididik, dan dibesarkan dalam suasana askriptif primordial etnistitas mereka. Sebagai akibatnya perbedaan antara “siapa saya” dengan “siapa anda” atau “siapa kami” dengan “siapa mereka” terlihat dengan jelas batas-batasnya. Dalam situasi itu, stereotip dan prasangka tumbuh dan berkembang den-gan subur dalam Rahardjo, 2005 2. Sebelum Perang Dunia ke-II terdapat suatu kecenderun-gan di kalangan banyak ahli ilmu sosial untuk menerangkan konik sosial dan masalah-ma-salah sosial umumnya berpangkal pada kes-enjangan antara pelapisan atau kelas sosial. Namun setelah Perang Dunia ke-II, diantara para ahli ilmu sosial terdapat perhatian yang meningkat terhadap kajian tentang hubungan antar sukubangsa Koentjaraningrat, 1993 3.Adaptasi yang dilakukan oleh imigran dalam masyarakat pribumi yang berbeda akan men-galami beberapa proses. Interaksi yang terjadi berlangsung lama maka akan terjadi akulturasi dan resosialisasi. Seperti yang dikemukakan oleh Gudykunst dan Kim 1992 Adaptasi atau penyesuaian diri suatu kelompok imigran ke dalam masyarakat pribumi yang berbeda bu-dayanya terjadi melalui beberapa proses. Ke-tika imigran berinteraksi dengan lingkungan baru yang berbeda budaya untuk jangka waktu yang lama maka akan terjadi proses resosialisai atau akulturasi. Secara bertahap imigran akan menemukan pola baru dalam pemikiran dan perilaku. Interaksi yang terjadi setiap hari den-gan pribumi menyebabkan imigran memahami perbedaan dan persamaan dengan lingkungan barunya. Pendatang mulai memahami lingkun-gan barunya dan mengadopsi beberapa norma dan nilai masyarakat pribumi. Dalam sejarah kebudayaan manusia proses akulturasi telah terjadi dalam masa-masa yang silam. Biasanya suatu masyarakat hidup yang bertetangga dengan masyarakat lainnya dan an-tara mereka terjadi hubungan-hubungan, mun-gkin dalam perdagangan, pemerintahan dan sebagainya. Saat menjalin hubungan tersebut akan muncul beberapa masalah, antara lain 1 Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima; 2 Unsur-unsur kebu-dayaan asing manakah yang sulit diterima; 3 Individu-individu manakah yang dengan ce-pat menerima unsur-unsur yang baru; dan 4 Ketegangan-ketegangan apakah yang timbul sebagai akulturasi tersebut Soekanto, 1982 192.Beberapa etnis yang berada di Indonesia mempunyai perbedaan yang mudah dikenali se-hingga relatif mudah dibedakan. Seperti Etnis Batak, Minang, Jawa, Sunda dan Bali. Contoh Dialek Batak mempunyai intonasi yang tinggi, keras dan lugas. Dialek Sunda dan Jawa relat-if sama, dari sudut intonasinya yang halus dan lemah lembut hanya saja dalam kosa kata yang relatif berbeda dan cara pelafalannya. Schram mengemukakan empat syarat yang KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 97diperlukan individu untuk berkomunikasi an-tarbudaya secara efektif yaitu pertama, meng-hormati anggota budaya lain sebagai manusia; kedua, menghormati budaya lain apa adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki; keti-ga, menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertin-dak; keempat, komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya yang lain dalam Mulyana dan Rakhmat, 2000 6.Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana komunikasi yang terjadi dalam pros-es adaptasi pada masyarakat etnis Sunda di desa Imigrasi Permu dalam suatu masyarakat yang multikultur. Penelitian ini dianggap menarik oleh peneliti karena interaksi yang terbangun telah menunjukkan sifat integratif antar suku, namun bagaimana komponen-komponen per-ilaku dan kebudayaan dari etnis Sunda dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya perlu diselami lebih jauh. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana proses adaptasi masyarakat etnis Sunda dengan masyarakat etnis Rejang di Desa Permu Kecamatan Kepahiang Provinsi Bengkulu?”Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses adaptasi masyarakat etnis Sunda dengan masyarakat etnis Rejang di Desa Permu Keca-matan Kepahiang Provinsi antarbudaya intercultural com-munication adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, kelompok ras, atau komunitas bahasa, komunikasi tersebut disebut komunika-si antarbudaya. Komunikasi antaretnis juga merupakan ba-gian dari komunikasi antarbudaya, sebagaima-na komunikasi antarras, komunikasi antarag-ama dan komunikasi antargender antara pria dan wanita. Dengan kata lain komunikasi an-tarbudaya lebih luas daripada bidang-bidang komunikasi yang disebut belakangan. Komuni-kasi antaretnis merupakan komunikasi antarbu-daya, tetapi komunikasi antarbudaya belum ten-tu merupakan komunikasi antaretnik Mulyana, 2005 xi-xii.Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi dimana para peser-tanya masing-masing memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kon-tak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung Kim dalam Sendjaja, 2004. Aspek kebudayaan terbagi ke dalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempen-garuhi penciptaan makna untuk persepsi, dan kemudian pada gilirannya akan menentukan tingkah laku komunikasi. Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manu-sia. Dalam proses komunikasi antarbudaya unsur-unsur yang sangat menetukan ini beker-ja dan berfungsi secara terpadu bersama-sama karena masing-masing saling berkaitan dan membutuhkan, unsur-unsur tersebut adalah Sistem keyakinan, nilai dan sikap; pandan-gan hidup tentang dunia serta organisasi sosial Samovar dalam Sendjaja, 2004.Istilah komunikasi antarbudaya digunakan secara luas untuk semua bentuk komunikasi di antara orang-orang yang berasal dari kelompok yang berbeda, selain itu juga digunakan secara lebih sempit yang mencakup komunikasi antara kultur yang berbeda. Kondisi di sekitar kita yang menyebabkan komunikasi antarbudaya dirasakan semakin penting pada saat ini, antara lain karena adan-ya mobilitas manusia, saling kebergantungan ekonomi, teknologi komunikasi, pola imigrasi ataupun kesejahteraan politik DeVito, 1997 475-477. Teori Interaksi Simbolik merujuk pada suatu pendekatan yang telah dipaparkan oleh bebera-pa pemikir, misalnya; William James, Charles H. Cooley, Jhon Dewey, dan lainnya. Tetapi George H. Mead 1934 merupakan tokoh yang memadukan konsep ini kepada suatu perspek-tif yang dikaitkan dengan pikiran manusia, diri sosial dan struktur masyarakat terhadap pros-es interaksi sosial dalam Turner, 1991 373. Sebagai suatu teori, interaksionisme simbolik mencoba melihat realitas sosial yang diciptakan manusia. Manusia memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara simbolik. Manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling ber-hubungan, masyarakat dan buah pikiran. Tiap bentuk interaksi sosial dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia Fish-er, 1986 231. 98 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108Secara umum interaksionisme simbolik dapat dicirikan lewat ide-ide tertentu tentang masyarakat. Dalam hal ini. Ballis 1995, sep-erti dikutip oleh Littlejohn, menguraikan be-berapa ide berikut ini 1 Orang membuat keputusan dan tindakan menurut pemahaman subjektif mereka tentang situasi dimana mereka menemukan dirinya; 2 Kehidupan sosial ter-diri dari proses interaksi daripada struktur dan kehidupan sosial ini berubah secara konstan; 3 Orang memahami pengalaman mereka melalui makna-makna yang ditemukan di dalam sim-bol-simbol kelompok utama mereka dan bahasa adalah bagian kehidupan sosial yang penting; 4 Dunia dibangun oleh objek sosial yang di-namai dan secara sosial ditentukan oleh mak-na-makna; 5 Tindakan orang didasarkan pada interpretasi mereka, dimana obyek dan tindakan yang relevan dalam situasi yang dimengerti dan didenisikan; dan 6 Diri seseorang merupa-kan suatu objek yang penting dan seperti semua objek sosial didenisikan melalui interaksi den-gan yang lainnya. Littlejohn, 1996 155.Interaksi simbolik, tambah Blumer, merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antarmanusia. Blumer membela argumen bah-wa metodologi yang khas untuk meneliti per-ilaku manusia, merupakan metode yang tak bisa digeneralisasi dalam Soeprapto, 2002. Aktor tidak bereaksi terhadap tindakan yang lain tapi dia menafsirkan dan mendenisikan setiap tin-dakan orang demikian, bagi Blumer, studi mas-yarakat harus merupakan studi dan tindakan bersama. Masyarakat merupakan hasil interaksi simbolik dan aspek inilah yang harus merupa-kan masalah bagi para sosiolog. Keistimewaan pendekatan interaksionis-simbolis ialah manu-sia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan ha-nya saling bereaksi kepada setiap tindakan menurut stimulus respons dalam Poloma, 2003 266. Seseorang tidak langsung memberi respons pada tindakan orang lain, tetapi didasa-ri oleh pengertian yang diberikan kepada tinda-kan itu. Dalam hal ini, Blumer menambahkan bahwa interaksionisme simbolik mengandung sejumlah root images atau ide-ide dasar, yang dapat diringkas. Pertama, masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kedua, interak-si terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia itu. Ketiga, objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik; makna lebih merupakan produk interaksi simbolik. Keempat, manusia tidak ha-nya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Kelima, tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dib-uat oleh manusia itu sendiri, Keenam, tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok; hal ini disebut tin-dakan bersama yang dibatasi sebagai; “organi-sasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berb-agai manusia” dalam Poloma, 2003 267.Dalam hal ini, Ritzer 2004 289 menyim-pulkan bahwa ada tujuh prinsip dasar dari te-ori Interaksionisme Simbolik, yakni 1 Tidak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir; 2 Kemampuan berpikir diben-tuk oleh interaksi sosial; 3 Dalam inteiaksi sosial, manusia mempelajari makna dan sim-bol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu; 4 Makna dan simbol memungkinkan orang melakukan tindakan khusus dan berinteraksi; 5 Manusia mampu mengubah makna dan sim-bol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka atas situasi 6 Manusia mampu memodikasi dan mengubah. sebagian karena kemampuan mer-eka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serang-kaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatifnya dan kemudian memilih satu di antara serangkaian peluang tindakan itu; dan 7 Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan mas-yarakat Ritzer, 2004 289Dari pemahaman yang dijelaskan di atas, bisa diringkaskan bahwa interaksi simbolik sangat menentukan beberapa konsep penting dalam kehidupan manusia yaitu konsep diri, konsep kegiatan, konsep objek, konsep in-teraksi sosial dan konsep aksi bersama. Kon-sep-konsep ini, dalam kehidupan keseharian masyarakat, merupakan basil konstruksi antara pikiran mind, diri self dan masyarakat soci-ety, yang keberadaannya saling mempengaruhi dan melengkapi. Masyarakat dibentuk dari in-dividu-individu yang memiliki diri sendiri. Tindakan manusia merupakan konstruksi yang dibentuk oleh individu melalui dokumentasi KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 99dan interpretasi hal-hal penting di mana ia akan bertindak, dan tindakan kelompok terdiri dari tindakan-tindakan suatu teori, interaksi simbolik men-coba melihat realitas sosial yang diciptakan manusia melalui pertukaran simbol. Teori in-teraksi simbolik ini berupaya mengkonstruksi pengertian tentang diri sendiri, tindakan dan objek. Kemudian Blumer mengembangkan leb-ih lanjut gagasan-gagasan Mead ini dalam lima konsep dasar yaitu konsep diri, konsep tinda-kan, konsep objek, konsep interaksi sosial, dan konsep aksi kolektif dalam Veeger, 1993 224-227.Pertama, konsep diri’. Manusia bukan se-mata-mata organisme yang bergerak di bawah pengaruh stimulus baik dari luar maupun dari dalam, melainkan organisme yang sadar akan dirinya’ an organism having a self. Dalam ber-interaksi dengan diri sendiri, manusia mampu memandang dirinya sebagai objek pikirannya, bergaul atau berinteraksi dengan diri sendiri. Sedang dalam membentuk tindakan, manusia melakukan dialog internal dalam menyusun konsep dan strategi untuk berhubungan dengan dunia di luar dirinya. Dengan demikian, manu-sia bukanlah makhluk yang beraksi atas pen-garuh lingkungan luar, tetapi bertindak sesuai hasil interpretasi dari dalam dirinya. Hasil dari interaksi internal ini akan bermuara pada konsep tindakan’ yang dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan diri sendiri. Tindakan manusia itu tidak sema-ta-mata sebagai reaksi biologis, melainkan hasil konstruksinya. Oleh karena itu, manusia sendi-ri adalah konstruktor kelakuannya. Sebelum bertindak manusia harus menentukan tujuan, menggambarkan arah tingkah lakunya, mem-perkirakan situasinya, mencatat dan menginter-pretasikan tindakan orang lain, mengecek dir-inya dan lain sebagainya. Berkaitan dengan hal inilah, Mead menyimpulkan bahwa manusia di-pandang sebagai organisme aktif yang memiliki hak-hak terhadap objek yang ia modikasikan. Tindakan dipandang sebagai tingkah laku yang dibentuk oleh pelaku, sebagai ganti respon yang didapat dari dalam konsep objek’. Manusia hidup ditengah-tengah objek. Objek itu dapat ber-sifat sik, atau sesuatu yang abstrak. Inti dari objek itu tidak ditentukan oleh ciri-ciri oleh minat orang dan arti yang dikenakan kepada objek-objek itu. Objek bagi Mead merupakan sesuatu yang bisa ditunjuk atau dirujuk, baik yang bersifat nyata maupun abstrak. Interaksionisme simbolik memandang kehidupan kelompok manusia adalah sebuah proses di mana objek-objek diciptakan, di-kukuhkan, ditransformasikan dan bahkan dib-uang. Kehidupan dan perilaku manusia secara pasti berubah sejalan dengan perubanan-peru-bahan yang terjadi di dalam dunia objek konsep interaksi sosial’. Interaksi berarti bahwa setiap peserta memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Manusia mencoba memahami maksud aksi yang dilakukan orang lain, sehingga interaksi dan komunikasi dimungkinkan terjadi. Interaksi itu tidak hanya berlangsung melalui gerak-ger-ik saja, tetapi juga melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. Da-lam interaksi simbolik, orang mengartikan dan menafsirkan gerak-gerik orang lain dan bertin-dak sesuai dengan makna konsep aksi kolektif’ yang lahir dari perbuatan masing-masing peserta yang kemudi-an dicocokkkan dan disesuaikan satu sama lain. Inti dari aksi kolektif adalah penyerasian dan peleburan arti, tujuan, pikiran dan sikap. Kare-nanya, interaksi sosial itu memerlukan banyak waktu untuk mencapai keserasian dan pelebu-ran Soeprapto, 2002 161-164.Teori interaksi simbolik memusatkan per-hatiannya pada interaksi antara individu dan kelompok, di mana individu-individu tersebut berinteraksi secara tatap muka face to face dengan menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan yang paling penting melalui kata-kata secara tertu-lis dan lisan. Suatu kata tidak memiliki makna yang melekat dalam kata itu sendiri, melainkan hanyalah suatu bunyi, dan baru akan memiliki makna bisa orang akan sependapat bahwa bunyi tersebut mengandung suatu arti khusus. Pe-mikiran simbolik ini pada dasarnya akan mem-bebaskan kita dari pembatasan pengalaman ma-nusia hanya atas apa yang betul-betul kita lihat, dengar atau rasakan. Teori membuat kita terus menerus memikirkan objek secara simbolik Soeprapto, 2001 68-70. 100 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang “diri” self dari George Herbert Mead, yang juga dapat dilacak hingga ke denisi diri dari Charles Horton Cooley. Cooley 1922 merupakan pemikir modern pertama yang mem-perkenalkan pengertian “diri yang tampak sep-erti cermin”. Menurut Cooley diri menggam-barkan suatu persepsi itu sendiri dalam pikiran orang lain dan dalam tingkah laku afeksi. Kita menggunakan orang lain sebagai cermin untuk menunjukkan siapa kita. Kita membayangkan bagaimana pandangan orang terhadap kita dan bagaimana mereka menilai kita, dan penampi-lan serta penilaian keputusan ini menjadi gam-baran tentang diri disiplin ilmu sosiologi, antropologi, psikologi dan sejarah sering dikaji identitas etnis. Istilah lain yang serupa dengan identitas etnis antara lain etnisitas ethnicity atau kon-sep diri kultural dan rasial. Istilah-istilah ini kadang-kadang digunakan identik atau punya makna yang sama oleh para ahli. Makna konsep identitas etnis ini tidak selalu eksplisit dalam kajian-kajian tersebut tetapi sering berkaitan dengan dan atau tersirat dalam kajian tentang akulturasi, asimilasi, adaptasi suatu kelompok etnis di suatu negeri asing Mulyana dan Ra-khmat 2000 151.Pendekatan terhadap identitas etnis terpecah menjadi dua. Pertama adalah perspektif objek yang melihat sebuah kelompok etnis sebagai kelompok yang bisa dibedakan dari kelom-pok-kelompok lainnya berdasarkan ciri-ciri bu-dayanya seperti bahasa, agama, atau asal-usul kebangsaan. Kedua yaitu perspektif subjektif yang merumuskan etnisitas sebagai suatu pros-es dimana orang-orang mengalami atau mera-sakan diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok etnis dan diidentikasikan demikian oleh orang lain, dan memusatkan perhatiann-nya pada keterikatan dan rasa memiliki yang dipersepsi kelompok etnis yang diteliti Mulya-na dan Rakhmat 2000 152.Selanjutnya budaya minoritas terpengaruhi oleh budaya yang dominan akibat dari tekanan-tekanan lingkungan budaya itu sendiri, Barth, 1988 10, disebutkan ada dua pandanganPertama, batas-batas budaya dapat bertahan walaupun suku-suku tersebut saling berbaur. Dengan kata lain adanya perbedaan antaretnis tidak ditentukan oleh tidak terjadinya pembau-ran, kontak dan pertukaran informasi, namun lebih disebabkan oleh adanya proses-proses so-sial berupa pemisahan dan penyatuan, sehingga perbedaan kategori tetap dipertahankan walau-pun terjadi pertukaran peran serta keanggotaan di antara unit-unit etnis dalam perjalanan hidup seseorang. Kedua, dapat ditemukan hubungan sosial yang mantap, bertahan lama, dan penting antara dua kelompok etnis yang berbeda, yang biasanya terjadi karena adanya status etnis yang berbeda tersebut tidak ditentukan oleh tidak adanya interaksi dan penerimaan sosial, tetapi sebaliknya justru karena disadari oleh terben-tuknya sistem sosial kata lain kelompok etnik di tentu-kan oleh batas-batas dan mempunyai atau ber-cirikhas yang ditentukan oleh kelompok itu sendiri yang kemudian membentuk polanya tersendiri di samping itu batas budaya dapat bertahan walaupun antara dua etnis dapat ber-baur. Adanya perbedaan etnis dalam masyarakat lebih disebabkan oleh proses berupa pemisahan dan penyatuan sehingga perbedaan dapat diper-tahankan dalam perjalanan hidup seseorang. Di samping itu hubungan sosial dalam masyarakat yang begitu lama dan berjalan sedemikian rupa dalam masyarakat yang multi etnis biasanya terjadi lebih disebabkan adanya status etnis. Demikian halnya masing-masing kelompok et-nis yang berbeda tersebut didasari oleh terben-tuknya sistem sosial dalam masyarakat. Objek dari penelitian ini adalah etnis Sunda di Desa Imigrasi Permu yang menjalani proses integrasi dan adaptasi dalam lingkungan sosial yang beragam. Untuk menggali data-data lapa-ngan secara lebih mendalam dan relevan, infor-man dipilih secara purposive. Hal ini didasarkan pada kebutuhan data yang diinginkan peneliti. Kriteria informan yang dipilih adalah sebagai berikut 1 Informan pokok/pangkal adalah perangkat desa yang secara formal mempunyai tugas mengelola wilayah pemerintahannya. In-forman ini diharapkan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan sosial budaya masyarakat-nya; 2 Informan kunci adalah para tokoh dari masing-masing etnis yang mengetahui sejarah dan seluk beluk budaya masyarakatnya; dan 3Informan peserta dipilih dari imigran yang su-dah lama menetap adaptif yang bukan tokoh masyarakat tetapi mengetahui dan memahami budaya masyarakatnya. KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 101METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode kual-itatif. Pendekatan kualitatif berguna untuk menggambarkan suatu realita dan kondisi so-sial dalam masyarakat. Menurut Nasution da-lam Sudjarwo, 2001 25 pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang berdasarkan pada kenyataan lapangan dan apa yang dialami re-sponden. Untuk mengungkap fenomena komu-nikasi etnis Sunda dengan etnis lainnya, peneli-ti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan interaksionisme simbolik. Pendekatan subjektif terhadap identitas etnis dapat dilacak hingga ke denisi Cooley 1902 dan Mead 1934 tentang diri’. Pendekatan ini mengkritik pendekatan positivistik dalam arti bahwa ia membatasi kemungkinan perilaku manusia yang dapat dipelajari. Berbeda den-gan pendekatan positivistik, yang memandang individu-individu sebagai pasif dan perubaha-nnya disebabkan oleh kekuatan-kekuatan sosial di luar diri mereka, pendekatan fenomenologis memandang bahwa manusia jauh dari pasif Mulyana dan Rakhmat, 2000 155. Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang diri’ self dari George Herbert Mead, yang juga dapat dilacak hingga ke denisi dari Charles Horton Cooley. Mead, seperti juga Cooley, menganggap bahwa konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain Mulyana, 2001 73.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu 1 obser-vasi melalui pendekatan peran serta, 2 wawan-cara mendalam, dan 3 penggunaan dokumen. Untuk mengungkapkan fenomena di lapan-gan peneliti menggunakan teknik pengamatan. Pengamatan yang dimanfaatkan adalah pen-gamatan yang berperan serta atau pengamatan yang terlibat. Pengamatan terlibat adalah pen-gamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak-nya berperan serta dalam kehidupan orang yang diteliti. Pengamatan terlibat mengikuti orang-orang yang diteliti dalam kehidupan sehari-hari mereka, melihat apa yang mereka lakukan, ka-pan, dengan siapa, dan dalam keadaan apa, dan menanyai mereka mengenai tindakan mereka Becker dalam Mulyana, 2001 162.Dalam hal ini peneliti mengadakan pen-gamatan berperan-serta pada masyarakat et-nis Sunda di desa Imigrasi Permu kecamatan Kepahiang. Peneliti akan mengamati fenome-na komunikasi antarbudaya. Dengan kata lain peneliti melakukan pengamatan langsung terh-adap masyarakat etnis Sunda serta masyarakat sekitarnya yang berinteraksi dengan mereka. Pada pengamatan berperan-serta ini peneliti akan melakukan percakapan yang tidak diren-canakan dan tidak formal. Percakapan dan pem-bicaraan dengan orang yang dianggap sebagai informan tersebut dapat dijadikan data yang dapat mendukung penelitian yang dimaksud. Dengan adanya pengamatan secara terlibat ini peneliti diharapkan dapat memahami, mempe-lajari, menjelaskan dan menganalisis apa yang mereka lakukan dalam kehidupan keseharian informan yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data dengan wawan-cara terbuka atau mendalam, yang memberi keleluasaan bagi informan untuk memberi pandangan-pandangan secara bebas Koent-jaraningrat, 1989 30. Wawancara demikian ini memungkinkan si peneliti untuk mengaju-kan pertanyaan-pertanyaan secara mendalam. Karena itu, untuk melengkapi data penelitian ini, khususnya dalam upaya memperoleh data yang akurat tentang penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara dengan informan. Da-lam penelitian ini, wawancara yang akan di-gunakan adalah wawancara yang mendalam atau wawancara tak berstruktur. Wawancara tak berstruktur mirip dengan percakapan infor-mal Mulyana, 2001 181. Wawancara jenis ini dilakukan karena bersifat luwes, susunan per-tanyaan atau kata-kata dapat diubah saat waw-ancara dilaksanakan, disesuaikan dengan kebu-tuhan, dan kondisi informan yang sendiri menjadi instrumen inti di dalam pengumpulan data ini. Hal ini dilaku-kan karena peneliti dapat menggali tentang fokus penelitian yang tidak hanya menerima apa yang dikatakan dan dialami oleh informan saja, tetapi lebih dalam dari itu, agar dapat me-ngungkapkan hal-hal yang tersembunyi jauh di dalam diri informan implicit knowledge atau-pun tacit knowledge. Wawancara dilakukan dengan beberapa teknik yaitu pertama, tak berstruktur, artinya peneliti akan bebas dan le-luasa menanyakan hal yang berkaitan dengan fokus penelitain. Kedua, tidak berterus terang, 102 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108artinya dalam mengumpulkan data, kadang-kadang dilakukan wawancara pada seorang in-forman dalam situasi nonformal, tetapi peneliti menangkap inti pembicaraan yang berkaitan dengan fokus penelitian. Ketiga, peneliti men-empatkan informan sebagai sejawat, artinya se-jak awal peneliti berterus terang dan menjelas-kan maksud penelitian yang sedang dilakukan, sehingga informan ikut serta dalam merumus-kan hasil data penelitian ini dilaksanakan ber-samaan waktunya dengan tahap pengumpulan data di lapangan, bahkan analisis data dilaku-kan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung. Seperti penelitian kualitatif pada umumnya, analisis data dilakukan pada saat berlangsungnya pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menuntut telaah rinci atas hal-hal yang bersifat spesik dari obyek yang diteliti. Teknik analisis data dilakukan dengan induktif analisis yaitu suatu rancangan pengumpulan dan pengolah-an data untuk mengembangkan teori. Kajian demikian dapat dilakukan dengan mengem-bangkan teori dan dapat pula dilakukan dengan mengembangkan teknik penelitian partisipasif yang menuntut keterlibatan peneliti secara menarik kesimpulan, data yang dihim-pun diolah melalui proses reduksi, sajian data dan veri DAN PEMBAHASANMasyarakat Desa Imigrasi Permu kecamatan kepahiang Bengkulu ini terdiri dari berbagai macam etnis, dimana etnis Sunda adalah mayor-itas. Bahasa Sunda di desa Imigrasi Permu tidak saja digunakan oleh sesama etnis Sunda namun digunakan pula saat penduduk dari etnis Sunda berdialog dengan etnis lain seperti etnis Rejang, Serawai, Minang ataupun etnis Jawa. Banyak penduduk dari etnis selain Sunda di Desa Imi-grasi Permu ini yang menguasai bahasa Sunda. Sementara itu banyak pula penduduk dari etnis Sunda menguasai bahasa Rejang yang merupa-kan penduduk asli Permu. Sehingga saat pen-duduk dari etnis Sunda dan Rejang berdialog dapat menggunakan bahasa Sunda atau bahasa Rejang. Sejauh ini interaksi antara etnis Sunda dengan etnis lainnya berlangsung tanpa menim-bulkan konik. Masyarakat desa Imigrasi Per-mu dengan latar belakang budaya yang beragam ini saling menghargai adanya perbedaan budaya sehingga terhindar dari konik yang muncul ke permukaan. Sikap saling menghargai antar etnis ini setidaknya diperlihatkan dengan kesediaan penduduk untuk mempelajari dan menggu-nakan bahasa dari etnis lain. Seseorang yang hidup di masyarakat yang baru ia kenal mempunyai tantangan yang be-ragam baik secara bahasa, sikap masyarakat, sistem kepercayaan serta budaya yang sangat berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Untuk beradaptasi dan dapat hidup di masyarakat yang beragam etnis dan budaya para komunitas mas-yarakat dituntut untuk menghargai budaya antar warga masyarakat. Adaptasi budaya merupakan proses jangka panjang dalam rangka penye-suaian diri dimana tahapan akhir dalam proses ini adalah tercapainya perasaan nyaman dalam lingkungan yang baru Kim dalam Martin dan Nakayama, 2000 277.Adaptasi budaya dapat terjadi misalnya pada mahasiswa yang mengikuti program pertukaran pelajar internasional, diplomat, misionaris, ataupun tentara perdamaian. Selain itu adapta-si budaya dapat pula terjadi pada imigran atau pengungsi yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang sama sekali baru. Juga berlaku bagi seseorang yang secara individual bermi-grasi dari pelosok pedesaan pindah ke ke kota yang metropolitan Gudykunst dan Kim, 1992 214.Proses di mana invividu-individu mem-peroleh aturan-aturan komunikasi diperoleh melalui tiga proses yaitu proses internalisasi, enkulturasi dan akulturasi Rumondor, 2005 Proses internalisasi adalah suatu proses belajar yang panjang sejak seseorang dilahir-kan hingga hampir meninggal dunia sepanjang hidupnya, di mana ia belajar menanamkan pengetahuan kebudayaan masyarakatnya yang diperoleh dari proses sosialisasi Agusyanto, 2006 Sementara itu, enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok teman, seko-lah, lembaga keagamaan dan lembaga pemer-intahan merupakan guru-guru utama di bidang KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 103kultur. Enkulturisasi tersebut terjadi melalui mereka Sutaryo, 2002 Selanjutnya akul-turasi menurut Koentjaningrat dalam Ruswanto 2004 sebagai suatu proses dimana para individu atau warga suatu masyarakat dihadap-kan dengan pengaruh kebudayaan lain dan as-ing. Dalam proses itu sebagian mengambil alih secara selektif sedikit atau banyak unsur kebu-dayaan asing itu, dan sebagian berusaha me-nolak pengaruh itu. Kultur yang telah terben-tuk saat terjadi enkulturasi dapat berubah saat mendapat pengaruh dari budaya luar melalui proses akulturasi. Menurut Kim, proses akulturasi akan mulai berlangsung apabila seorang imigran memasu-ki budaya pribumi. Proses ini akan terus ber-langsung selama imigran mengadakan kontak langsung dengan sistem sosio-budaya pribumi. Semua kekuatan akulturatif dan potensi akul-turasi para imigran sebelum berimigrasi secara interaktif akan mempengaruhi jalannya peru-bahan pada proses akulturasi imigran. Proses akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus dan mulus, tetapi bergerak maju menuju asim-ilasi yang secara hipotetis merupakan asimilasi yang sempurna Mulyana dan Rakhmat, 2000 146.Adanya kemiripan antara budaya asli imi-gran dan budaya pribumi merupakan faktor penting yang dapat menunjang potensi akultur-asi. Seorang imigran dari Kanada ke Amerika, misalnya akan mempunyai potensi akulturasi yang lebih besar daripada seorang imigran dari negara Asia Tenggara. Menurut Kim, usia ses-eorang saat berimigrasi akan berhubungan den-gan potensi akulturasi. Imigran yang usianya relatif tua akan mengalami banyak kesulitan da-lam menyesuaikan diri dengan budaya baru dan mereka lebih lambat dalam memperoleh po-la-pola budaya baru. Latar belakang pendidikan imigran sebelum berimigrasi akan mempermu-dah akulturasi. Faktor-faktor lain yang mem-perkuat potensi akultarasi adalah kepribadian seperti suka berteman, toleransi, mau mengam-bil resiko, keterbukaan Mulyana, 2005 145.Para imigran yang datang pada suatu daer-ah yang sama sekali baru/asing menurut Gu-dykunst dan Kim,“Gradually, strangers begin to detect new patterns of thinking and behavior and to structure a personally relevant adapta-tion to the host society. Merely handling the transactions of daily living requires the ability to detect similarities and difer-ences within the new sorrounding. Strang-er thereby become acquainted with, and adopt, some of the norms and values of sa-lient reference groups of the host society” Gudykunst & Kim, 1992 215.Secara berangsur-angsur, pendatang asing mulai menemukan pola baru dalam pemikiran serta perilaku dan pada struktur adaptasi yang secara pribadi relevan pada masyarakat pribumi. Selalu melakukan transaksi dalam kehidupan sehari-hari akan menimbulkan kemampuan untuk menemukan persamaan dan perbedaan dengan lingkungan sekitar yang baru. Dengan demikian pendatang mempelajarinya, dan men-gadopsi, beberapa norma-norma dan nilai dari kelompok referensi yang menonjol dari mas-yarakat pribumi. Bagi para imigran yang pindah ke tempat yang sama sekali baru, mereka harus tetap men-jaga kelangsungan hidupnya serta senantia-sa berupaya untuk mendapat penerimaan dari penduduk pribumi sebagai bagian dari anggota masyarakatnya. Bersentuhan dengan budaya yang sama sekali baru merupakan situasi yang tidak dapat dihindari oleh para imigran terse-but. Dalam keadaan tersebut tentunya banyak masalah yang timbul seperti yang dikemukakan oleh Mulyana dan Rakhmat Kesulitan yang dialami oleh masyarakat pendatang, disamping pola-pola komuni-kasi verbal dan nonverbal, juga cara men-genal dan merespon aturan-aturan komu-nikasi bersama dalam budaya baru yang mereka masuki. Pendatang sering tidak tahan dengan dimensi-dimensi budaya penduduk setempat yang tersembunyi yang mempengaruhi apa yang dipersepsikan dan bagaimana mempersepsinya, bagaimana menafsirkan pesan-pesan yang diamati, bagaimana mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tepat dalam konteks rela-sional dan keadaan yang berbeda. Perbe-daan-perbedaan tersebut sering merintangi timbulnya saling pengertian di antara mer-eka yaitu para pendatang dan penduduk 104 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108setempat. Seorang atau suatu kelompok masyarakat akan menyesuaikan diri pada lingkungan baru apabila mereka akan ting-gal dalam jangka waktu yang lama migran, misalnya. Mereka perlu membangun suatu kehidupan baru dan menjadi anggota mas-yarakat pribumi. Mulyana & Rakhmat, 2000 138. Setiap kebudayaan memiliki bahasa agar para anggota kebudayaan tersebut dapat saling berkomunikasi. Bahasa dipengaruhi oleh bu-daya dan demikian pula bahasa mereeksikan nilai-nilai budaya. Bayi yang masih kecil akan memperhatikan bahwa orang dewasa di sekel-ilingnya menggunakan pola linguistik tertentu. Semakin bertambahnya pengetahuan dan ke-mampuan dalam penggunaan bahasa, anak-anak akan dengan cepat belajar merangkai ka-limat yang diajarkan oleh kakaknya yang lebih tua sehingga dia mulai memahami dan berparti-sipasi dalam budaya sekitarnya Gudykunst dan Kim, 1992 152.Stonequist menyebutkan proses adaptasi terbagi dalam tiga situasi, yaitu 1 asimilasi ke dalam kelompok dominan, 2 asimilasi ke dalam kelompok subordinat atau 3 mengako-modasi dan merekonsiliasi dua masyarakat da-lam Kim, 2001 24. Proses asimilasi umumnya terjadi pada kelompok manusia dari golongan sosial mayoritas dan beberapa kelompok dari golongan sosial minoritas. Dalam hal ini bi-asanya golongan sosial minoritas merubah si-fat-sifat khas dari kebudayaannya dan menye-suaikannya dengan kebudayaan dari golongan sosial mayoritas sedemikian rupa sehingga lam-bat laun kehilangan kepribadiannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas Agusyanto, 2006 melidungi diri dari proses asimilasi beberapa kelompok imigran masih memeliha-ra identitas etnis mereka dengan mengadakan pentas budaya yang mereka miliki. Kelompok imigran seperti ini lebih memilih untuk berin-tegrasi dari pada berasimilasi seperti diungkap-kan oleh Martin dan NakayamaIntegration occurs when migrant have an interest both in maintaining their original culture and language and in having daily interactions with other groups. This dif-fers from assimilation in that it involves a greater interest in maintaining one’s own cultural identity. Immigrants can resist as-similation in many ways – for example, by insisting on speaking their own language in their home. Martin & Nakayama, 2000 274Integrasi terjadi ketika para migran mempu-nyai keinginan untuk memelihara budaya dan bahasa asalnya, dilain pihak dalam keseharian-nya mereka tetap berinteraksi dengan kelompok lain. Perbedaannya dengan asimilasi adalah mereka lebih tertarik untuk memelihara identi-tas budaya mereka. Para migran dapat mengh-indari diri dari asimilasi dengan berbagai cara - salah satunya adalah dengan mengupayakan selalu berbicara dengan menggunakan bahasa asalnya saat berada di rumah.Bentuk rumah merupakan bagian dari adap-tasi transmigran terhadap lingkungan alamnya. Rumah yang dibangun oleh para transmigran pada awalnya adalah rumah panggung seperti halnya yang terdapat di tempat asal mereka. Di bawah rumah terdapat kolong yang digunakan sebagai kandang ayam buras. Makanan ayam yang dipelihara berasal dari sisa-sisa makanan keluarga, berupa nasi dan lauk pauknya. Ke-biasaan ini merupakan juga penjagaan terhadap siklus energi dan protein. Dapat dikatakan terjadi diversikasi peker-jaan pada masyarakat transmigran Sunda di Desa Imigrasi Permu. Orientasi awal mas-yarakat transmigran adalah bercocok tanam sawah atau menjadi petani penggarap lahan me-netap pada perkembangannya terjadi juga pros-es industrialisasi walaupun dalam skala mikro atau kecil. Kehadiran usaha kecil ini berdampak pula panda peningkatan pendapatan keluarga transmigran. Semakin banyak industri rumah tangga yang tumbuh dan berkembang semakin besar pula kesempatan para transmigran untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Tumbuhnya usaha kecil dapat memberi ke-sempatan kerja atau sebagai penyedia peker-jaan, khususnya bagi perempuan. Usaha kecil rumah tangga di daerah Imigrasi Permu pada umumnya dikerjakan oleh kaum perempuan. Perempuan-perempuan transmigran mendapat-kan ranah kerja baru, tidak sekedar mengurusi rumah dan keluarganya, mereka mendapat ke- KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 105sempatan untuk bekerja di bidang usaha kecil dan aktif dalam meningkatkan pendapatan kel-uarga tanpa meninggalkan peranan dalam kel-uarganya. Sejalan dengan perkembangan yang terjadi pada masyarakat Daerah Imigrasi Per-mu khususnya, orientasi pemenuhan kebutuhan domestik keluarga subsisten berubah menja-di surplus untuk dijual. Pada masa kini, daer-ah Permu dikenal sebagai produsen beras dan mentimun yang cukup dikenal di Kepahiang. Produk unggulan berupa beras ini dikenal den-gan beras Permu. Di bawah ini dibahas interaksi antar etnis sunda dan rejang dari beberapa aspek yaitu Agama Sebagai Pemersatu, Perkawinan Campur Antara Orang Sunda Dengan Rejang, Pemilihan Bahasa yang Digunakan dalam In-teraksi Antar Etnis, dan Sikap yang Terbangun dalam Berperilaku Antar momen atau kegiatan yang berkai-tan dengan agama Islam menjadi faktor yang memperkuat kohesi antar etnis di Desa Imigra-si Permu antara lain Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, Pengajian Rutin, Tahlilan, Dan Raya Idul Fitri 1 Syawal adalah hari di mana setiap kelompok etnis melebur untuk menunaikan shalat sunah Id di lapangan-lapa-ngan. Di Desa Imigrasi Permu, pembauran an-tar etnis terlihat sangat jelas saat shalat idul tri baik yang diselenggarakan di lapangan maupun di mesjid. Tidak ada sekat antara etnis Sunda dan etnis Rejang. Khatib yang berkhutbah dapat berasal dari etnis apapun asalkan merupakan to-koh yang hari Idul Fitri masyarakat berusaha un-tuk saling berkumpul dengan kerabat, mengun-jungi tetangga-tetangga atau handai taulan lain-nya untuk bermaaf-maafan. Tidak jarang suatu keluarga atau seseorang yang berada dalam per-jalanan menuju kerabatnya seetnis berpapasan dengan anggota etnis lain kemudian bersala-man dan bermaaf-maafan lalu bercakap-cakap sebentar sebelum keluarga atau seseorang itu melanjutkan Hari Raya Idul Adha relatif tidak semeriah hari raya Idul Fitri. Pada hari ini se-bagian masyarakat, terutama orang yang mam-pu atau orang kaya mengadakan Qurban atau menyembelih hewan Qurban, seperti sapi atau kambing. Dalam proses penyembelihan dan pendistri-busian daging qurban, pihak pelaksana panitia yang terdiri dari anggota kelompok-kelompok etnis bekerjasama dan berupaya agar dag-ing-daging Qurban tersebut dapat tersampaikan pada mereka yang membutuhkan. Pada kegia-tan kepanitiaan inilah mereka melakukan ko-munikasi yang hangat, bersendagurau, atau-pun sedikit melibatkan emosi yang membuat terciptanya suasana akrab diantara anggota kelompok-kelompok etnis. Dalam penggunaan bahasa, seringkali terjadi campur kode antara bahasa Sunda dengan bahasa Rejang dan baha-sa Indonesia dengan maksud memudahkan bagi komunikan untuk mengerti apa yang dibicara-kan oleh rutin di Desa Imigrasi Permu mer-upakan sarana integrasi yang potensial teru-tama di kalangan orang tua dan dewasa serta anak-anak. Pengajian yang rutin dilakukan dii-kuti oleh kelompok perempuan, laki-laki ang-gota kelompok etnis Sunda dan etnis Rejang; demikian pula dengan pengajian anak-anak. Pengajian untuk kaum perempuan biasa dilak-sanakan di Balai Desa dengan mengundang penceramah sementara pengajian kaum laki-la-ki dilakukan di rumah secara bergiliran dengan acara pengajian yasinan tanpa ada ceramah. Melalui pengajian ini penduduk Imigrasi Permu saling berkomunikasi satu sama lain secara akr-ab dan menjalin hubungan yang lebih erat dan memperatkan hubungan antar keluarga anggota kelompok-kelompok etnis. Pada anak-anak mereka memiliki kecend-erungan untuk bermain dengan siapapun tan-pa melihat status dan etnisitas. Anak-anak dari kedua etnis dalam pengajian anak-anak saling bersosialisasi dan mentransfer kebudayaan yang disandang oleh masing-masing. Banyak diantara anak-anak Sunda yang mengerti dan mampu berbahasa Rejang dan juga demikian se-baliknya. Bagi anak-anak, masa-masa bermain ini sangat penting untuk belajar dan mengenal kebudayaan anak-anak lain, sehingga kelak di waktu dewasa mereka telah memiliki kemam-puan untuk menghargai budaya etnis adalah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam di Indo-nesia umumnya untuk memperingati dan men-doakan orang yang telah meninggal. Biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada 106 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108hari ke-40. Ritual/upacara ini berupa berkum-pul-kumpul di rumah ahli mayit, berzikir dan membaca sejumlah ayat Al Qur’an, dan kemu-dian mendoakan mayit. Upacara tahlilan diten-garai merupakan praktek pada masa transisi yang dilakukan oleh masyarakat yang baru me-meluk Islam, tetapi tidak dapat meninggalkan kebiasaan mereka yang lama. Berkumpul-kum-pul di rumah ahli mayit sembari membaca tah-lil, takbir, tahmid dan tasbih dihadiri oleh para anggota kelompok etnis Sunda dan Rejang se-cara sukarela. Marhabaan ritual yang terdapat hampir di tiap daerah di Tatar Sunda. Acara ini dilaksaknakan apabila bayi sudah berumur 40 hari, di mana pada acara tersebut dilakukan pemotongan rambut bayi. Dalam pelaksanaannya, marhaban dilakukan oleh beberapa orang pria yang ber-asal dari lingkungan keluarganya dan tetang-ga-tetangganya baik seetnis ataupun bukan. Pemimpin acara marhaban biasanya Imam mes-jid. Imam tersebut memulai dengan membaca surat tertentu dari Al-Qur’an yang kemudian diikuti oleh kelompok pengajian atau ma’ yang telah diungkapkan dalam ha-sil penelitian, pada awalnya masyarakat etnis Sunda sebagai pendatang enggan melakukan pernikahan campur dengan penduduk asli yaitu etnis Rejang karena menurut rumor perempuan Sunda yang menikah dengan laki-laki dari et-nis Rejang akan diperlakukan seperti kerbau. Menurut peneliti ternyata hal itu memang rumor belaka karena sebenarnya yang menjadi ham-batan dalam pernikahan campur tersebut adalah adanya perbedaan adat pernikahan. Menurut penuturan mang Adul pada awal kedatangan imigran Sunda pada tahun 1909 kondisinya san-gat berat untuk terjadinya kawin campur antara orang Sunda dengan Rejang karena dalam bu-daya Sunda tidak ada adat pernikahan Rejang seperti semendo rajo, temi anak atau bleket, ”adat ditu teu kapeser” imbuhnya Adat Rejang tersebut tidak dapat diimbangi. Seiring dengan perkembangan waktu, rasa enggan ini mulai pu-pus dan telah banyak warga Desa Imigrasi Per-mu dari etnis Sunda yang melakukan pernikah-an campur dengan etnis Rejang dewasa ini. Hal ini didukung oleh kondisi dimana penerapan adat pernikahan Rejang dewasa ini lebih men-garah kepada adat semendo rajo yaitu kedua mempelai dibebaskan untuk membina rumah tangga tanpa harus menetap di rumah orang tua. Penerapan adat semendo rajo sepertinya cocok bagi etnis Sunda karena dalam budaya Sunda tidak mengenal adat yang mengharuskan pas-angan pengantin harus tinggal di rumah salah satu orang tuanya seperti adat pernikahan temi anak atau adat yang melarang istri bepergian keluar rumah tanpa seizin suami seperti adat bleket. Adanya perkawinan campur antara et-nis Sunda sebagai pendatang dan etnis Rejang sebagai pribumi telah menunjukkan bahwa ker-ukunan antara etnis Sunda dan Rejang sudah sangat kuat yang ditandai adanya amalgamasi dalam wujud perkawinan Batubara, 2006. Pasangan yang menikah membawa kebu-dayaan masing-masing dalam rumah tangga dan “berkolaborasi” membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan ciri-ciri kebudayaan asli masing-masing pasangan. Secara mikro tel-ah terjadi suatu proses akulturasi budaya dalam kehidupan rumah tangga pasangan tersebut. Keturunan mereka akan mewarisi kebudayaan baru tersebut yang merupakan sintesa langsung antara kebudayaan Sunda dengan kebudayaan Rejang. Beberapa orang yang telah cukup de-wasa saat ini yang tinggal di daerah Kepahi-ang merupakan hasil dari perkawinan campur antara etnis Sunda dengan etnis Rejang. Mereka pada umumnya mampu mengusai kebudayaan Sunda dan Rejang secara sekaligus, meski ter-kadang ada kecenderungan identitasnya “mera-pat” pada salah satu kebudayaan etnis. Seperti yang diungkapkan oleh Fitri seorang anak hasil perkawinan campur dari bapaknya yang berasal dari etnis Rejang dan ibunya dari etnis Sunda lebih memilih menggunakan bahasa Sunda un-tuk berdialog dengan ayahnya yang berasal dari etnis Rejang padahal bahasa Rejang sebenarnya dia kuasai pula. Namun dalam hal identitas et-nis dia merasakan lebih sreg dikatakan sebagai orang Sumatera bukan sebagai orang Sunda karena dia merasakan telah lahir dan dibesarkan di dari perkawinan campur tidak hanya membuat anak belajar kedua bahasa etnis. Hal ini tergantung pada pola sosialisasi anak yang diterapkan oleh orangtuanya. Sangat mungkin terjadi konsensus antara bapak dan ibunya un-tuk tidak mengajarkan bahasa-bahasa etnis Sunda dan Rejang kepada anak-anaknya, teta-pi lebih mengajarkan untuk mempraktekkan ba- KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 107hasa tunggal, yaitu Bahasa Indonesia. Beberapa anggota kelompok etnis Sunda fasih berbahasa Rejang, demikian pula seba-gian kelompok etnis Rejang fasih berbahasa Sunda. Hal ini dimungkinkan karena sosialisasi sewaktu masa kanak-kanak fase bermain yang dialami sering terjadi sentuhan antara etnis Sunda dengan etnis Rejang. Bagi orang-orang yang memiliki kemampuan seperti tersebut di atas, hambatan dalam berkomunikasi antar etnis nyaris tidak ada. Orang-orang seperti ini dapat menjadi jembatan hubungan antar etnis. Saat penduduk dari etnis Sunda dan etnis Re-jang asal Imigrasi Permu ini berdialog tidak ada pola yang baku dalam pemilihan bahasa yang akan digunakan. Seorang yang berasal dari et-nis Sunda saat bertemu orang dari etnis Rejang dapat memilih bahasa Rejang, Sunda atau Me-layu dialek Bengkulu untuk berdialog. Pemi-lihan bahasa yang digunakan untuk berdialog berbeda dari satu orang ke orang lain, misalnya Mang Adul lebih memilih untuk berdialog den-gan menggunakan bahasa Sunda dengan orang Rejang apabila orang Rejang tersebut mengua-sai bahasa Sunda. Lain halnya dengan Supandi yang memilih menunggu terlebih dahulu lawan memilih bahasa yang akan digunakan, bila la-wan bicaranya menggunakan bahasa Sunda dia akan mengikutinya demikian pula bila la-wan bicaranya menggunakan bahasa Rejang maka dia akan mengikutinya pula. Sementara itu Suherman lebih menyukai berdialog dengan menggunakan bahasa Melayu dialek Bengkulu dengan orang Rejang hanya sesekali menggu-nakan bahasa Rejang. Penduduk dari etnis selain Rejang di Imigra-si Permu, seperti penduduk dari etnis Serawai, Jawa, Minang, atau Pasemah saat berdialog dengan etnis Sunda dapat menggunakan baha-sa Sunda atau bahasa Melayu dialek Bengkulu. Umumnya etnis pendatang di Imigrasi Permu yang lahir dan dibesarkan di daerah tersebut menguasai bahasa Sunda pula, oleh karena itu saat penduduk dari etnis tersebut saat berdialog dengan orang Sunda biasanya menggunakan bahasa Sunda. Etnis Sunda dan Rejang di Imigrasi Permu telah lama hidup berdampingan hampir satu abad lamanya. Selama kurun waktu tersebut masyarakat dari kedua etnis tersebut sudah sal-ing menerima apa adanya. Penduduk dari etnis Sunda sudah beradaptasi dengan budaya Rejang sehingga saat berinteraksi dengan orang Rejang sudah tidak ada lagi hambatan yang berarti. Hal ini selaras dengan pernyataan yang penulis per-oleh dari semua informan yang menyatakan ti-dak ada hal istimewa yang harus dipersiapkan ketika akan berinteraksi dengan orang yang berbeda etnis. Hal ini dikarenakan masyarakat di Imigrasi Permu telah memenuhi syarat yang diperlukan dalam melakukan komunikasi antar-budaya seperti 1 adanya sikap menghormati anggota budaya lain sebagai manusia; 2 adan-ya sikap menghormati budaya lain sebagaima-na adanya, dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki; 3 adanya sikap menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak; 4 komunika-tor lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya yang lain Rumondor dalam Anugrah dan Kres-nowiati, 2008.SIMPULAN Interaksi antara etnis Sunda sebagai pen-datang dengan etnis Rejang sebagai pribumi di Imigrasi Permu telah berlangsung satu abad la-manya. Setelah melewati kurun waktu tersebut telah terjadi adaptasi timbal balik antara kedua etnis tersebut. Masyarakat dari etnis Sunda telah menerima kebiasaan etnis Rejang seperti peng-gunaan bahasa Rejang saat berdialog dengan orang Rejang, melakukan adat istiadat Rejang, membuat dan mengkonsumsi makanan khas et-nis Rejang. Sementara masyarakat etnis Rejang banyak diantaranya yang menguasai bahasa Sunda, bercocok tanam padi sawah, beternak ikan di kolam, membuat peganan khas Sunda dan mengkonsumsinya. Acara kesenian jaipon-gan yang dibawakan oleh etnis Sunda sering pula ditonton oleh masyarakat etnis sikap saling menghargai dan meng-hormati antar kelompok yang berbeda etnis me-mungkinkan setiap kelompok etnis untuk dapat menjalankan kebudayaannya masing-masing. Kondisi masyarakat yang telah berintegrasi ini disokong oleh adanya kesamaan agama yang semakin mempersatukan dua etnis yang berbe-da ditambah adanya pernikahan campur yang menambah kokohnya pilar integrasi. Penduduk Imigrasi Permu yang berasal dari 108 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108etnis selain Sunda umumnya memahami baha-sa Sunda, bahasa Rejang dan bahasa melayu dialek Bengkulu. Penduduk etnis Sunda di Imigrasi Permu biasanya menggunakan baha-sa Sunda saat berdialog dengan sesama etnis Sunda, namun saat berdialog dengan penduduk dari etnis Rejang bahasa yang digunakan bisa bahasa Rejang, Sunda atau bahasa melayu di-alek Bengkulu. Sementara itu apabila penduduk Imigrasi Permu dari etnis Sunda berdialog den-gan orang dari etnis lain selain etnis Rejang bi-asanya menggunakan bahasa Sunda atau bahasa melayu dialek antara etnis Sunda dengan etnis Rejang sebagai pribumi dan etnis lainnya di desa Imigrasi Permu sejauh ini berlangsung cukup harmonis tanpa ada konik yang berarti. Hubungan antaretnis tersebut berlangsung tan-pa hambatan yang berarti karena masing-mas-ing etnis telah saling menerima apa adanya. Berdasarkan temuan-temuan di lapangan, dalam laporan penelitian ini dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut a Pihak pemer-intah daerah diharapkan dapat memelihara hubungan yang harmonis antar berbagai etnis di Kepahiang dan menghormati kebudayaan yang berasal dari luar Kepahiang seperti yang telah berlangsung sejauh ini. b Setiap kelompok et-nis tetap saling menghormati kebudayaan lain, keadaam inidiharapkan dapat meredam potensi kon PUSTAKAAgusyanto, R. 2006. Pengantar antropologi. Jakarta Pusat Penerbitan Universitas Terbu-ka. Anugrah, D dan Kresnowiati. 2008. Komuni-kasi antarbudaya, konsep dan aplikasinya. Jakarta Jala C. 2006. Interaksi sosial umat be-ragama pada tiga desa pertanian di kecamatan tanjung morawa. Jurnal Penelitian On-line IAIN Sumatera Utara W. B. dan Kim, Y. Y. 1992. Com-municating with stangers an approach to in-tercultural communication. New York Mc-Graw Hill 1993. Masalah kesukubang-saan dan integrasi nasional. Jakarta Pener-bit Universitas S. W. 1996. Theoris of human com-munications. USA Wadsworth Publishing N. Judith, dan Nakayama, K. T. 2000. Intercultural communication in contexts. New York D. 2000. Ilmu Komunikasi suatu pengantar. Bandung Remaja 2001. Metode penelitian kuali-tatif, paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung Remaja Ros-dakarya. _________. 2005. Komunikasi efektif suatu pendekatan lintasbudaya. Bandung Remaja M. M. 2003. Sosiologi kontemporer. Terjemahan Tim Penerjemah Yasogama. Ja-karta Rajawali G. dan Goodman, J. D. 2004. Teori so-siologi modern. Jakarta Prenada A. H. 2005. Komunikasi antarbu-daya. Jakarta Pusat Penerbitan Universitas D. S. 2004. Teori komunikasi. Ja-karta Pusat Penerbitan Universitas S. 1982. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta RajaGrando H. R. R. 2002. Interaksionis sim-bolik. Malang Averroes 2001. Metodologi penelitian so-sial. Bandung Mandar P. 1989. Interaksi antaretnik di be-berapa propinsi di indonesia. Jakarta Direk-torat Jenderal Kebudayaan J. H. 1991. The structure of sociolog-ical theory. Belmont CA Wadsworth Pub-lishing K. J. 1993. Realitas sosial reeksi lsafat sosial atas hubungan individu-mas-yarakat dalam cakrawala sejarah sosiolog. Jakarta Gramedia. ... Sementara komunikasi antarbudaya secara teoritis mengacu pada komunikasi antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai cara berperilaku kultural yang berbeda Nugroho et al., 2012. Selain itu, komunikasi antarbudaya juga tentang bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikannya verbal dan nonverbal dan kapan mengkomunikasikannya Heryadi & Silvana, 2013. Keterampilan ini jelas sangat penting untuk dimiliki setiap pegiat perdamaian. ...Rista Ayu MawartiThis study aims to analyze a series of efforts to improve the conflict management competence of peace activists through intercultural communication training. The main partners in this activity are the DNE Community and Gusdurian Malang City. The approach used in this service activity is the participatory and community development design which combines the involvement of the service team in training activities and evaluative analysis of the results. The results of the analysis of the implementation of activities show that 1 planning and implementation of offline training is carried out with good coordination even in a ppkm situation; 2 the activity can be said to have succeeded in achieving its objectives, which can be seen through the enthusiasm of the participants in participating in the activity and 85 percent of the participants experienced an increase in conflict management competence, while the other 15 percent still needed further assistance; and 3 training activities have the potential to become a medium for further civic education learning in the community because of the requirements for internalizing national values in improving conflict management ini bertujuan untuk menganalisis serangkaian upaya peningkatan kompetensi manajemen konflik para pegiat perdamaian melalui pelatihan komunikasi antarbudaya. Mitra utama dalam kegiatan ini adalah Komunitas DNE dan Gusdurian Kota Malang. Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pengabdian ini yaitu desain participatory dan community development yang menggabungkan antara keterlibatan tim pengabdian dalam kegiatan pelatihan serta analisis evaluatif atas hasil yang ada. Hasil dari analisis pelaksanaan kegiatan menunjukkan bahwa 1 Perencanaan dan pelaksanaan pelatihan secara luring dilakukan dengan koordinasi yang baik walaupun dalam situasi PPKM; 2 kegiatan dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan yang tampak melalui antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan serta 85 persen peserta mengalami peningkatan kompetensi manajemen konflik, sementara 15 persen lainnya masih membutuhkan pendampingan lebih lanjut; dan 3 kegiatan pelatihan berpotensi menjadi media pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan lanjutan di masyarakat karena syarat akan internalisasi nilai-nilai kebangsaan dalam meningkatkan kompetensi manajemen konflik.... Semakin besar derajat perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula potensi hilangnya peluang untuk merumuskan tingkat kepastian sebuah komunikasi yang efektif Liliweri, 2003. Selanjutnya, Deddy Mulyana dalam Heryadi & Silvana, 2013 menyebutkan bahwa komunikasi antarbudaya intercultural communication adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Muchtar et al. 2022 menyebutkan bahwa kebudayaan itu meliputi semua aspek kehidupan kita setiap hari, terutama pandangan hidup apa pun bentuknya baik itu mitos maupun sistem nilai dalam masyarakat. ...SafriandiEvi SriMuhammad Balia Febri NurrahmiEtnis Tionghoa adalah etnis minoritas di Kota Banda Aceh yang banyak berjualan di pasar Peunayong. Penelitian ini bertujuan untuk melihat akomodasi komunikasi etnis Tionghoa di kota Banda Aceh saat melakukan transaksi dagang dengan masyarakat Aceh. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap empat informan beretnis Tionghoa yang berjualan di pasar pagi Peunayong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etnis Tionghoa melakukan akomodasi komunikasi dalam berdagang. Mereka melakukan konvergensi dengan menggunakan bahasa yang sama dengan lawan bicara. Selain itu, peneliti juga menemukan divergensi karena ketidakmampuan menggunakan bahasa yang sama. Kemampuan multibahasa yang dimiliki oleh etnis Tionghoa ini yang menjadi kunci dari proses akomodasi komunikasi yang mereka lakukan. The Chinese ethnic in Banda Aceh City are ethnic minorities in Banda Aceh City who are predominant merchants at the Peunayong market. This study aims to look at the communication accommodation of ethnic Chinese in the city of Banda Aceh when conducting trade transactions with the people of Aceh. The research data were obtained through in-depth interviews and observation of four ethnic Chinese prticipants selling at the Peunayong morning market. The results of the study showed that the Chinese ethnic used communication accommodations in trading. They did convergence done by using the same language as the other person. In addition, researchers also found divergence in given the inability to use the same language. The multilingual ability possessed by the Chinese ethnic is the key to the process of accommodating their communication.... Peneliti terdahulu berhubungan dengan komunikasi ialah komunikasi antarbudaya, Hedi Heryadi & Hana Silvana dalam tulisannya yang melihat bahwa komunikasi mampu menyatukan masyarakat multikultur antar etnis sunda dan etnis rejang. Proses komunikasi yang dibangun melalui relasi timbal-balik Bahasa, kawin campur dan kesamaan agama kepercayaan Heryadi & Silvana, 2013 Hasibuan & Muda, 2018. Reni Juliani dkk melihat bahwa salah satu corak komunikasi antarbudaya antaralain proses asimilasi dalam ikatan perkawinan antara etnis Aceh dan etnis Bugis-Makassar Juliani et al, 2015. ...Aksa NoyaArtikel ini akan mengekplorasi model Strategis Co- Cultural Komunikasi budaya, penulis melihat urgensi kajian ini yang pertama, penelitian ini melihat komunikasi budaya yang berorintasi pada nilai sejarah dan budaya adat istiadat; kedua, penulisan ini melihat konflik antara masyarakat negeri Pelauw, dusun Ori dan negeri Kariu yang secara geografis memiliki wilayah yang sama, sehingga ketiga wilayah yang bertikai ini tidak berbeda secara budaya. Rekonsiliasi terpadu dalam penyelesaian konflik tanah antara Negeri Pelauw, Dusun Ori dan Negeri Kariu tergolong konflik masyarakat sipil, sehingga memerlukan intervensi yang melibatkan kerjasama berbagai pihak, sebagai wewenang pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Dalam hukum positif melalui peraturan daerah Kabupaten Maluku Tengah No. 04 tahun 2017 merumuskan bahwa Saniri negeri merupakan mitra dari pemerintah negeri. Dapat dilihat bahwa pemerintah perlu memfasilitasi Komunikasi antar lembaga adat saniri negeri agar dapat bersinergi dalam menyelesaikan masalah antar Negeri Pelauw, dusun Ori dan Negeri Kariu. Narasi asal-usul identitas inilah yang harus menjadi modal budaya dan spiritual untuk menciptakan sense atau rasa kolektif dari kedua pihak Tolok ukur efektivitas keberhasilan komunikasi budaya apabila masyarakat negeri Pelauw, dusun Ori dan negeri Kariu, mengedepankan yang nilai budaya yang berorientasi pada kesadaran sejarah, kesadaran hukum dan kesadaran akan kemanusiaan. Kesadaran akan kemanusiaan memiliki peran penting demi mewujudkan hukum demokarasi di Maluku. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif, dengan melihat kasus pertikaian dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah, dan masyarakat. Teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi wacana media. Begitupun penawaran konten komunikasi budaya yang lebih efektiv dan efisien dalam penyelesaian konflik batas tanah Negeri Pelauw, Dusun Ori dan Negeri Kariu.... When these migrants intend to settle in the area, they need to adapt to the area, both in terms of customs, language, culture, and others. In the adaptation process, difficulties will arise, both cognitive and affective [1]. ...Lisa Aprianti YusmidahHadawiah HadawiahAhdan AhdanPenelitian ini Bertujuan penelitian ini adalah 1 Bagaimana Komunikasi Antarbudaya Suku Bugis dan Suku Tidung di Kalimantan Utara Studi Pada masyarakat Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan. 2 Bagaimana Bentuk Adaptasi Budaya Suku Bugis Terhadap Suku Tidung di Kalimantan Utara Studi Pada masyarakat Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan. Penelitian ini berlangsung selama satu bulan dan berlokasi di wilayah Kalimantan Utara Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan dengan informan sebanyak 8 delapan orang dimana mereka merupakan orang yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Tidung. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui dua cara, yakini data primer dan data sekunder. Adapun metode pengumpualan data dengan melakukan observasi, wawancara, dokumentasi, studi pustaka dan metode fonomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi sudah terjadi sejak dahulu dan hidup berdapingan, serta tejadi perkawinan antar suku, dan semua makhluk sosial memerlukan intraksi untuk melakukan proses komunikasi adaptasi terutama dari Suku Bugis selaku suku pendatang. Adanya perbedaan budaya antara Suku Bugis dan Suku Tidung tidak menjadi sebuah masalah selagi itu baik dan tidak NuhaulaUswatun Hasanah Maya OktavianiMixed marriages that occur between individuals with different ethnic backgrounds make individuals have unique dynamics and challenges. This research aims to determine the motives, experiences, meanings, or intercultural communication carried out by Indonesian-Turkish intermarried couples living in Istanbul. The research method used is phenomenological, exploring and revealing the similarity of meaning of a concept or phenomenon that becomes the life experience of a group of individuals who directly experience it. The data collection is through observation and interviews. This study's subjects were eight Indonesian-Turkish intermarried couples living in Istanbul, Turkey, which was selected by purposive sampling technique. The research results show that cultural differences influence the conflict in the household of intermarried couples between Indonesia and Turkey. However, cultural differences can be overcome by two-way, direct, and open communication so that there is tolerance and negotiation on both sides and no ongoing conflict. ABSTRAK Perkawinan campuran yang terjadi di antara individu yang memiliki latar belakang etnis yang berbeda, membuat individu memiliki dinamika unik dan tantangan yang akan dijalani. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan motif, pengalaman, makna atau komunikasi antar budaya yang dilakukan oleh pasangan kawin campur Indonesia-Turki yang tinggal di Istanbul. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode fenomenologi yang digunakan untuk mengkaji, menggali dan mengungkap kesamaan makna dari sebuah konsep atau fenomena yang menjadi pengalaman hidup sekelompok individu yang mengalaminya secara langsung. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui observasi dan wawancara. Subjek pada penelitian ini adalah pasangan kawin campur Indonesia-Turki sebanyak delapan orang suami istri yang tinggal di Istanbul Turki, yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa konflik dalam rumah tangga pasangan kawin campur Indonesia Turki dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Perbedaan budaya dapat diatasi dengan komunikasi secara dua arah, langsung, dan terbukaFajar WajduCommunication is understood as a process of interaction between two or more individuals exchanging information using symbols so there is a mutual understanding between them. Every communication phenomenon requires a relationship between individuals or more who exchange information with the aim of conveying a message so each of the involved parties can understand each other. Thus, intercultural dialogue refers to a fact of communication in which participants with different cultural backgrounds are involved in a contact with one another, either directly or indirectly. The teachings of Islam as a religion that loves peace also recognize the existence of cultural diversity as a necessary thing. So Islam teaches its people to always build deep interactions lita'arafu between different cultural elements. It is, a dialogical attitude, an attitude of openness to build communication to all cultural elements that surround it. Nation, tribe and ethnicity, beside to religion, is one of the cultural elements that confirms the identity of human groups. These three cultural elements make people feel as part of a certain group and at the same time it makes them feel different from certain groups. Surah al-Hujurat verse 13 acknowledges human diversity. Even though we are both Adam's children and grandchildren, born from the same ancestor, we are aware that we are different both as a nation, ethnicity, race, and as part of a certain religion. Humans by nature always attach their identity to certain groups of people because of the similarity of characteristics. For example, the similarity of language, tribe, race, ethnicity, religion, history and residence. For this reason, the surah al-Hujurat verse 13 recognizes cultural diversity. As humans are culturally diverse, humans must know each other li taarafu or build a dialogical attitude on the top of the diversity that surrounds TlonaenLanny Koroh Ezra TariManusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang hidup sesuai dengan budaya dan ajaran agama yang dianut namun sebagai manusia biasa seseorang tidak pernah luput dari suatu kesalahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan ritual naketi uab, persepsi dan ideologi masyarakat mengenai naketi uab dalam pemulihan relasi komunikasi dan persepsi gereja tentang ritual naketi uab. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian ditemukan bahwa naketi uab merupakan ritual yang dilakukan oleh manusia untuk mengatasi atau mencegah suatu permasalahan baik secara sosial maupun spiritualitas. Pelaksanaan ritual naketi uab dilangsungkan dengan menggunakan tutur adat dawan Timor Uab meto yang memiliki makna tertentu dengan tujuan adanya keterbukaan, pemberian nasihat, sebagai sarana komunikasi dan juga untuk pemulihan relasi dengan diri sendiri, dengan sesama maupun dengan Tuhan sebagai pemilik kehidupan. Tujuan utama dari ritual naketi uab adalah untuk merefleksikan diri, memperbaiki kesalahan yang dilakukan dan memperdamaikan diri dengan sesama maupun Tuhan sebagai bentuk pemulihan relasi komunikasi. Pelaksanaan naketi uab pada dasarnya berlandaskan pada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat antropologi dan ajaran agama yang dianut teologis oleh pihak yang terlibat. Humans are creatures created by God who live under the culture and religious teachings adopted, but one never escapes from a mistake as an ordinary human. This study aimed to describe and analyze the implementation of the naketi uab in the restoration of communication relations and the church’s perception of the naketi uab ritual. This type of research is qualitative research, a phenomenological approach. The result of the study found that naketi uab is a ritual performed by humans to overcome or prevent a problem both socially and spiritually. The implementation of the naketi uab ritual is carried out using the Timorese dawan uab meto speech which has a specific meaning with the aim of openness, giving advice, as a means of communication and also for restoring relationships with oneself, with others, and with God as a personower of life. The primary purpose of the naketi uab ritual is to self-reflect, correct mistakes made and reconcile with others and God as a form of restoration of communication relations. The implementation of nakti uab is based on the values prevailing in society anthropology and the religious teachings adopted theologically by the parties ErnovilindaLanguage is a communication tool for every human being and is used to convey ideas, messages, intentions, feelings, opinions to others or even to meet daily needs. Intercultural communication is a communication that frequently occurs in the community. Pragmatics is a branch of linguistics that discusses aspects of language as a communication tool. When combined with culture, intercultural communication that occurs in society can be understood. In order for a speaker's language to be accepted in a society, he needs to fully understand the rules that apply in that society, including an understanding of the appropriate use of certain language functions or speech acts. There is a close relationship between pragmatics and the concept of politeness. Politeness is fundamental in pragmatics because this is a universal phenomenon in the use of language in social contexts. The focus of this research is to identify the politeness strategies used by the two main characters in the Shanghai Knights film, Chon Wang and Roy O'Bannon, and analyze them in terms of the cultural background of the two main characters. This is a qualitative descriptive study. The results show that the politeness strategy used is strongly influenced by their cultural background. The strategy used most often is the bald-on record strategy while the Off-record politenses strategy is the strategy that is the least used by the two main characters of the film. This suggests that an understanding of politeness strategies is needed to realize face-threatening actions FTA. In other words, politeness strategies are used to maintain continuity and success in AgusyantoAgusyanto, R. 2006. Pengantar antropologi. Jakarta Pusat Penerbitan Universitas antarbudaya, konsep dan aplikasinyaD AnugrahDan KresnowiatiAnugrah, D dan Kresnowiati. 2008. Komunikasi antarbudaya, konsep dan aplikasinya. Jakarta Jala sosial umat beragama pada tiga desa pertanian di kecamatan tanjung morawaC BatubaraBatubara, C. 2006. Interaksi sosial umat beragama pada tiga desa pertanian di kecamatan tanjung morawa. Jurnal Penelitian On-line IAIN Sumatera Utara with stangers an approach to intercultural communicationW B GudykunstY Y KimGudykunst, W. B. dan Kim, Y. Y. 1992. Communicating with stangers an approach to intercultural communication. New York Mc-Graw Hill kesukubangsaan dan integrasi nasionalKoentjaraningratKoentjaraningrat. 1993. Masalah kesukubangsaan dan integrasi nasional. Jakarta Penerbit Universitas of human communicationsS W LittlejohnLittlejohn, S. W. 1996. Theoris of human communications. USA Wadsworth Publishing communication in contextsN MartinJudithK T Dan NakayamaMartin, N. Judith, dan Nakayama, K. T. 2000. Intercultural communication in contexts. New York Komunikasi suatu pengantarD MulyanaMulyana, D. 2000. Ilmu Komunikasi suatu pengantar. Bandung Remaja kontemporer. Terjemahan Tim Penerjemah YasogamaM M PolomaPoloma, M. M. 2003. Sosiologi kontemporer. Terjemahan Tim Penerjemah Yasogama. Jakarta Rajawali Press.
Menurut Kim sebagaimana dikutip Lusiana Lubis, bahwa dari tema-tema pembicaraan tentang komunikasi antarbudaya, ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan, sehingga terlihat jelas berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan komunikasi dan integritas komunikasi. a. Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan komunikasi. Istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup etnis, ras, dan sebagainya. Dalam hal ini, perhatian dan minat para ahli komunikasi antarbudaya banyak meliputi komunikasi antar individu-individu dengan kebudayaan nasional berbeda atau antar individu dengan kebudayaan ras etnik berbeda. Bahkan ada yang lebih mempersempit lagi pengertian pada kebudayaan individual karena seperti orang mewujudkan latar belakang yang unik. b. Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antarbudaya. Dalam hal ini, komunikasi antarbudaya dapat lagi diklasifikasikan berdasarkan konteks sosial dari terjadinya. Misalnya, dalam konteks bisnis, pendidikan, politik, akulturasi imigran, politik dan sebagainya. Komunikasi dalam semua konteks di atas merupakan persamaan dalam hal unsur-unsur dasar dan proses komunikasi manusia. Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran. Penggunaan pesan-pesan verbal atau nonverbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang mempengaruhi proses-proses komunikasi antarbudaya. c. Saluran yang diakui oleh pesan-pesan komunikasi antarbudaya. Saluran inilah yang membedakan komunikasi antarbudaya dengan komunikasi lainnya. Secara garis besar, saluran komunikasi ini dapat dibagi atas saluran komunikasi antarpribadi maupun media massa. Saluran melalui komunikasi antarpribadi seperti antara satu orang dengan orang lain secara langsung. Kemudian media massa, yaitu melalui radio, surat kabar, TV, film maupun majalah. Umumnya pengalaman komunikasi antarpribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar partisipan karena sifatnya satu arah. Ketiga dimensi yang telah dijelaskan di atas, dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan dalam mengklasifikasikan fenomena komunikas antarbudaya. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antarbudaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi berasal dari latar belakang pengalaman budaya yang C. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Antarbudaya 1. Faktor Yang Mendukung Komunikasi Antarbudaya Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikator yang disebabkan kebudayaan yang berbeda. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Dalam perbedaan inilah diharapkan orang-orang yang berbeda budaya dapat membangun komunikasi, sehingga terjadi kesamaan makna terhadap sesuatu yang dibicarakan. Proses terjadinya komunikasi antarbudaya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini. 24Lusiana Lubis, Pengantar, h. 5. xxxvi Budaya C Gambar 2. 1. Model Komunikasi Antarbudaya. Disadur dari Mulyana dan Rakhmat 200121. Pengaruh budaya atas individu dan masalah–masalah penyandian dan penyandian balik pesan terlukis pada gambar diatas. Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometric yang berbeda. Budaya A dan budaya B relatif serupa dan masing-masing diwakili oleh suatu segi empat yang hampir sama. Sedangkan budaya C terlihat sangat berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisik dari budaya A dan budaya B. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh–pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan sesuatu kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang–orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang berbeda. Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah-panah yang menghubungkan budaya yang berbeda. Panah-panah di atas menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Ketika suatu pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi, pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi encoder. Ini ditunjukkan oleh panah yang meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola yang ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan sampai pada budaya dimana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya penyandi balik decoder telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung makna-makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder. Model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi-interaksi antara orang-orang yang berbeda secara ekstrem hingga interaksi-interaksi antara orang-orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur dan subkelompok yang Dari uraian di atas, dapatlah dipastikan bahwa pada masyarakat majemuk heterogen komunikasi antar budaya tidak dapat dihindari. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya komunikasi antarbudaya adalah persepsi di antara budaya yang berbeda-beda. Persepsi mempengaruhi berlangsungnya komunikasi antar budaya. Pemahaman akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain yang berbeda kebudayaan. Sebagaimana dikatakan Liliweri, bahwa semakin tinggi tingkat kesamaan persepsi individu dalam suatu kelompok maka semakin besar 25Mulyana dan Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, h. 20. kemungkinan anggota kelompok itu berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat mempertahankan Faktor lainnya adalah imitasi. Imitasi adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh orang lain. Orang sukar untuk belajar bahasa tanpa mengimitasi orang lain. Bahkan tidak hanya dalam berbahasa, tetapi juga tingkah laku tertentu, seperti cara memberi hormat, cara berterima kasih, cara memberi isyarat dan sebagainya. Demikian juga cara berpakaian, adat-istiadat, dan konvensi-konvensi lainnya. Oleh sebab itu, faktor imitasi juga turut memegang peranan penting dalam kegiatan komunikasi antarbudaya. Dalam kaitan ini, seorang sosiolog Prancis, Gabriel Tarde menyebutkan bahwa semua peniru merupakan hasil langsung dari berbagai bentuk imitasi, antara lain imitasi gaya, imitasi pendidikan, imitasi kepatuhan, dan imitasi kebudayaan. Dengan cara imitasi, pandangan dan tingkah laku seseorang mewujudkan sikap-sikap, ide-ide, dan adat istiadat dari suatu keseluruhan kelompok masyarakat, dan dengan demikian pula seseorang dapat melebarkan dan meluaskan hubungan-hubungannya dengan orang Faktor lainnya adalah simpati. Sikap ini dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Orang tiba-tiba merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan-akan dengan sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu 26Liliweri, Gatra-Gatra, h. 114. 27 Gerungan, Psikologi Sosial, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2002, h. 68. melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut. Timbulnya simpati itu merupakan proses yang sadar bagi diri manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain. Simpati sangat penting dalam menjalin hubungan dan komunikasi 2. Faktor Penghambat Komunikasi Antarbudaya a. Etnosentrisme Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat, bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang luar yang bukan warga masyarakat yang bersangkutan. Berdasarkan corak khas tersebut, suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan lainnya. Corak khas yang dimaksud adalah suku bangsa etnic group yang terikat oleh kesadaran dan identitas yang juga dikuatkan oleh Etnik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata etnichos, yang secara harfiah digunakan untuk menerangkan keberadaan kelompok penyembah berhala atau kafir. Dalam perkembangannya istilah etnik mengacu pada kelompok yang diasumsikan sebagai kelompok yang fanatik dengan idiologinya. Para ahli ilmu sosial menganalogikan kelompok etnik sebagai sekelompok penduduk yang mempunyai kesamaan sifat-sifat budaya, misalnya bahasa, adat istiadat, perilaku budaya, karakteristik budaya, serta Etnosentrisme merupakan salah satu konsep yang mempunyai kaitan erat dengan etnik. Secara sederhana, etnosentrisme dipahami sebagai kecenderungan 28Ibid. h. 74. 29Koentjaraningrat, Pengantar, h. 263. 30Liliweri, Gatra-Gatra, h. 334-335. untuk mengevaluasi nilai, kepercayaan dan perilaku dalam kultur sendiri, dan menganggap itu lebih baik, lebih logis dan lebih wajar dari pada kultur lain. Sikap etnosentrisme sering disamakan dengan sikap mempercayai sesuatu, sehingga kadang-kadang sukar sekali bagi yang bersangkutan untuk mengubahnya, walaupun dia menyadari bahwa sikapnya salah. Sikap etnosentris disosialisasikan atau diajarkan kepada anggota kelompok sosial, sadar maupun tidak sadar, serentak dengan nilai-nilai kebudayaan Menurut Matsumoto, etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya Berdasarkan definisi ini, etnosentrisme tidak selalu negatif. Etnosentrisme dalam hal tertentu dapat mengandung nilai-nilai yang positif. Tidak seperti anggapan umum yang mengatakan bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang fungsional karena mendorong kelompok dalam perjuangan mencari kekuasaan dan kekayaan. Pada saat konflik, etnosentrisme benar-benar bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme, kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok lain akan saling mendukung satu sama lain. Apa yang disampaikan Matsumoto seiring dengan pendapat Bahar yang menegaskan, bahwa apabila seluruh etnis yang berjumlah 525 yang berdiam pada struktur kebangsaan dan kenegaraan Indonesia memiliki saluran efektif untuk melakukan interaksi dengan budaya yang berbeda-beda, maka Republik Indonesia tidak akan berhadapan dengan masalah keresahan konflik antaretnis, apalagi 31Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta PT. RajaGrafindo Persada, 1997, h. 135. 32David Matsumoto, Culture and Psychology USA Cole Publishing Company, 1996, h. 147. gerakan separatis yang bermotifkan Ini artinya, bahwa Indonesia yang merupakan negara multi etnis dan multi budaya akan mampu mengeleminir konflik antaretnis jika dilakukan penyerapan terhadap aspirasi setiap etnis dengan secara adil dan merata. Kemajemukan bangsa Indonesia, sejak lama disadari memiliki potensi konflik yang besar. Kemajemukan bangsa Indonesia sangat mudah dieksploitasi menjadi sumber konflik dan sebaliknya kebhinnekaan tersebut dapat menjadi potensi kekuatan jika dikelola dengan baik. Hal inilah yang dilakukan Kolonial Belanda pada saat penjajahan terjadi. Belanda memanfaatkan perbedaan etnis dengan baik berdasarkan pengenalan yang mendalam atas masyarakat dan kerajaan-kerajaan tua yang ada pada masa lalu. Adu domba devide et impera menjadi senjata ampuh bagi mereka sehingga Belanda berhasil mengelola potensi konflik yang ada di masyarakat untuk Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentris tersebut memiliki prasangka sosial yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku berkomunikasi. Seseorang cenderung memandang norma dan nilai kelompok budayanya sebagai sesuatu yang mutlak dan dapat digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap kebudayan lain. Oleh karena itulah, etnosentris dikatakan sangat berpengaruh dalam komunikasi antarbudaya, 33Safaruddin Bahar, Menjernihkan Posisi Etnis Dalam Negara Nasional. www. diunduh tanggal 20 Desember 2012. 34Sahat Marajohan Doloksaribu, “Memahami Permasalahan Indonesia Kontemporer” dalam Siciae Polites Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. V No. 16, h. 38. misalnya meningkatkan kecendrungan untuk memilih dengan siapa kita berkomunikasi. Dengan demikian, untuk menghilangkan sikap etnosentrisme ini, setiap orang yang berkomunikasi antarbudaya setidaknya harus bersikap terbuka terhadap perbedaan nilai, kepercayaan dan sikap. Menempatkan diri pada posisi lawan bicara yang berasal dari budaya yang berbeda, bersikap spontan dan deskriptif, mengkomunikasikan sikap positif, menganggap berkomunikasi adalah kesetaraan, tetap percaya diri dan tenang dalam setiap situasi serta tidak sombong. Dalam komunikasi lintas budaya, hal-hal ini sangat penting dijaga. Dengan demikian, hambatan yang ada dalam komunikasi antarbudaya menjadi tidak ada. b. Prasangka Sosial Prasangka sosial merupakan sikap perasaan seseorang terhadap golongan tertentu, baik golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan orang yang berprasangka. Prasangka sosial yang pada awalnya hanya merupakan sikap-sikap perasaan negatif, lambat laun menjadi tindakan yang diskriminatif terhadap orang-orang yang termasuk golongan yang diprasangkai itu tanpa terdapat alasan-alasan yang objektif pada pribadi orang yang dikenai tindakan Prasangka merupakan salah satu faktor penghambat terjadinya proses komunikasi. Hal ini disebabkan karena sikap curiga dan emosi yang memaksa seseorang untuk menarik sebuah kesimpulan tanpa menggunakan pikiran dan pandangan terhadap fakta yang ada. Menurut Johnson 1986 sebagaimana dikutip Liliweri, ada beberapa penyebab terjadinya prasangka, yaitu 1. Perbedaan antar 35 Gerungan, Psikologi, h. 179. kelompok, 2. Nilai yang dimiliki kelompok lain nampaknya sangat menguasai kelompok minoritas, 3. Adanya stereotip, 4. Adanya perasaan superior kepada kelompok Prasangka memiliki pengaruh yang kuat terhadap komunikasi antaretnis. Prasangka sosial juga berhubungan dengan stereotip etnis yang merupakan seperangkat sifat yang menjadi atribut kelompok etnis tertentu dari sudut pandang etnis lain. Stereotip merupakan satu sikap yang dimiliki seseorang untuk menilai orang lain semata-mata berdasarkan pengelompokan rasa atau pengelompokan yang dimilikinya Stereotip pada umumnya mengarah kepada sikap negatif terhadap orang lain. Seperti ditegaskan Mulyana, bahwa streotipe muncul karena adanya perbedaan identitas kolektif yang terbangun dalam suatu budaya. Streotip akan semakin menguat ketika terjadi pertentangan antara dua kelompok yang berbeda. Seperti halnya tudingan antara orang kulit putih dengan kulit Jenis-jenis stereotipe mudah dijumpai dalam masyarakat majemuk. Berdasarkan sumbernya, stereotipe negatif memiliki tingkatan dari sebab pengamatan yang dangkal hingga stereotipe yang bersumber dari kebencian terhadap orang atau kelompok. Stereotipe yang rendah hanya bisa menyebabkan kesalahpahaman, namun stereotipe yang disengaja dibangun untuk kepentingan tertentu, seperti kekuasaan misalnya, bisa menyebabkan benturan hingga 36 Liliweri, Gatra-Gatra, h. 176. 37Suwardi Lubis, Komunikasi Antarbudaya; Studi Kasus Batak Toba dan Etnik Cina Medan USU Press, 1999, h. 21. 38Deddy Mulyana, Komunikasi Lintas Budaya Bandung PT. Remaja Rosdakarya, 2004, h. 265. kekerasan. Stereotipe biasanya merupakan referensi pertama ketika seseorang atau kelompok melihat orang atau kelompok lain. Stereotipe akhirnya merupakan penghambat potensial dalam komunikasi antarbudaya. Jika komunikasi diantara orang yang berbeda etnik didahului oleh stereotip negatif, maka komunikasi tidak akan efektif. c. Jarak sosial Jarak sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan kelompok-kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya. Jarak sosial memasukkan faktor pemisah nonfisik, misalnya perbedaan pendidikan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan, kebangsaan, atau agama. Dalam komunikasi antarbudaya kadang faktor sosial tersebut lebih berperan daripada pemisahan secara geografis fisik. Keluarga kaya yang bertetangga dengan keluarga miskin, misalnya, meskipun secara fisik dekat, tetapi jarak sosialnya jauh.
Setiap mahluk hidup, baik itu hewan, tumbuhan dan tentunya manusia perlu berkomunikasi dengan indvidu atau kelompok individu lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia perlu berkomunikasi dengan sesamanya, untuk menunjukkan eksistensi dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. Dilain pihak, kita juga mengetahui bahwa masyarakat merupakan kumpulan individu yang memiliki latar budaya yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, pada dasarnya komunikasi dan budaya tidak dapat antar budaya membicarakan metoda-metoda, variasi langkah dan cara yang digunakan manusia untuk berkomunikasi lintas sosial dengan sesamanya. Komunikasi antar budaya menyangkut komunikasi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan individu atau antar kelompok yang memiliki latar kebudayaan yang berbeda. Misalnya berbeda ras, suku, etnik, ataupun kelas sosial baca juga Komunikasi Lintas Budaya.Kebudayaan yang berbeda menciptakan perbedaan pengalaman, nilai dan cara pandang seseorang terhadap dunia. Hal tersebut akan mempengaruhi prilaku komunikasi seseorang, menciptakan pola komunikasi yang berbeda antar suatu kelompok budaya yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu komunikasi antar budaya perlu dipelajari dengan tujuan agar dapat memahami perbedayaan budaya yang mempengaruhi komunikasi, mengindentifikasi kesulitan yang muncul, kemudian meningkatkan keterampilan verbal dan non verbal yang diperlukan agar komunikasi dapat berjalan secara efektif baca juga komunikasi non verbal.Berikut ini akan Pakar Komunikasi paparkan beberapa model komunikasi antar budaya menurut para ahli sebagai referensi anda dalam mempelajari komunikasi antar Model Komunikasi Antarbudaya Menurut Porter & Larry A. SamovarBudaya mempengaruhi prilaku komunikasi individu, budaya yang berbeda akan menghasilkan pengaruh serta sifat komunikasi yang berbeda pula. Ketika seorang individu berkomunikasi dengan individu lain yang memiliki kebudayaan berbeda maka makna pesan yang disampaikan komunikator akan berubah mengikuti persepsi budaya individu dengan budaya A menyampaikan pesan kepada individu dengan budaya B dan budaya C, dimana budaya A dengan budaya B memilki lebih banyak kemiripan sedangkan budaya C memiliki perbedaan yang cukup besar dibanding budaya A. Maka pesan yang diterima B hanya akan sedikit berubah, cukup mendekati pesan asli yang disampaikan oleh A, karena memiliki persepsi budaya yang mirip dengan A. Namun pesan yang diterima oleh C akan sangat berbeda, sebab dipengaruhi budaya yang sangat berbeda komunikasi mengenai eksistensi Tuhan yang dilakukan oleh individu yang beragama Kristen budaya A dengan individu yang beragama Islam budaya B. Keduanya akan sepakat bahwa Tuhan itu memang ada. Berbeda jika komunikasi mengenai eksistensi Tuhan dilakukan oleh individu beragama tersebut budaya A dengan seorang atheis budaya C. Maka komunikasi tidak akan efektif, sebab terdapat persepsi yang sangat berbeda mengenai keberadaan Tuhan, budaya A mengakui adanya Tuhan, namun budaya C tidak mengakui adanya Tuhan baca juga komunikasi yang efektif.2. Model Komunikasi Antar Budaya Menurut William B. Gudykunst dan Young Yun KimModel komunikasi antar budaya menurut William dan Young Yun Kim merupakan komunikasi yang dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari budaya yang berlainan, atau orang asing. Dalam model ini, masing-masing individu berperan sebagai pengirim sekaligus juga penerima pesan. Dengan begitu, pesan yang disampaikan seseorang merupakan umpan balik untuk lawan bicaranya. Terjadi penyandian serta penyandian balik pesan. Gudykunst dan Kim menyatakan bahwa penyandian dan penyandian balik pesan tersebut merupakan sebuah proses interaktif. Proses tersebut dipengaruhi oleh filter konseptual seperti budaya, sosiobudaya, psikobudaya, dan faktor lingkungan. Persepsi seseorang atas lingkungannya mempengaruhi cara seseorang dalam menafsirkan rangsangan serta memprediksi prilaku orang lain baca juga komunikasi antar pribadi.3. Model Dimensi Waktu Dalam Komunikasi Antarbudaya Menurut Tom BruneauMenurut model ini waktu merupakan variable penting yang mendasari semua situasi komunikasi. Waktu menentukan hubungan, pola hidup antar manusia, dan pola hidup manusia tersebut dipengaruhi oleh budayanya. Dimensi waktu meliputi perbedaan konsepsi waktu dan tempo khusus dari tiap kelompok budaya prilaku temporal. Terdapat dua jenis konsep waktu, yaituWaktu Polikronik Konsep waktu Polikronik memandang bahwa waktu merupakan suatu putaran yang akan kembali dan kembali lagi. Orang yang menganut konsep ini beranggapan bahwa apa yang dilakukan di waktu ini, merupakan sesuatu yang bisa di perbaiki di waktu atau kesempatan lain. Misalnya ketika tidak belajar dengan baik sehigga mendapatkan nilai buruk, pelajar yang menganut konsep waktu polikronik akan berpikir dapat memperbaikinya di waktu lain baca juga paradigma komunikasi.Orang yang menganut konsep polikronik juga cenderung lebih mementingkan kegiatan yang terjadi dalam suatu waktu dibandingkan waktu itu sendiri. Cenderung lebih menekankan keterlibatan tiap individu serta penyelesaian suatu hal, dibanding menepati jadwal waktu. Misalnya seorang mahasiswa yang tetap bersikap santai meski jam kuliah sudah hampir mulai, sehingga meskipun tetap masuk kuliah, mahasiswa tersebut datang terlambat baca juga etika komunikasi.Waktu MonokronikKonsep waktu monokronik memandang bahwa waktu berjalan lurus dari masa lsilam ke masa depan. Orang yang menganut konsep ini cenderung lebih menghargai waktu itu sendiri, sehingga tidak ingin melewatkan waktu dengan hal yang sia-sia atau tidak berguna. Misalnya seorang pelajar yang menganut konsep waktu monokronik akan terus belajar dengan baik, agar dapat memperoleh nilai yang baik disetiap kesempatan. Atau seorang mahasiswa yang menganut konsep monokronik akan berusaha keras terburu-buru berlari agar tidak terlambat masuk kelas saat Waktu Dimensi waktu dalam komusikasi antar budayaWaktu dan perbedaan budayaMenurut Oswald Spengler, hal yang menyebabkan satu budaya di bedakan dari budaya yang lain adalah makna yang secara intuitif diterapkan pada waktu. Bagaimana analisis waktu, pewaktuan, dan tempo dalam suatu budaya membedakannya dengan budaya lainnya. Misalnya cara suatu budaya dalam menggunakan memori historisnya akan bersifat khas kultural baca juga teori interaksi simbolik.Futurisme dan komunikasi interkulturalSama seperti konsep perspektif masa lalu, konsep perspektif suatu budaya mengenai citra masa depan juga akan berbeda dengan budaya lainnya. Suatu budaya akan melakukan upaya intensif, mencari jalan baru, untuk mengembangkan cara berpikir yang lebih maju. Cara berpikir kedepan’ yang dihasilkan suatu budaya akan berbeda dengan budaya lainnya, sehingga menghasilkan jarak yang lebih besar antara budaya yang lebih cepat mengembangkan visi masa depannya dengan budaya yang cenderung lambat dalam lalu lintas budayaKemacetan lalu lintas budaya dapat terjadi karena adanya frame, pengalaman, serta budaya yang sangat berbeda antara budaya yang satu dengan yang lainnya baca juga teori komunikasi antar budaya.Mengatur waktu timing dan menjaga waktu timekeeping di antara budaya –budayaMenyangkut bagaimana dan sejauh mana obyektifitas waktu yang digunakan sebuah budaya. Bagaimana cara-cara waktu time devices, metode menjaga waktu, dan formulasi waktu yang objektif dalam suatu budaya baca juga elemen elemen komunikasi. Contohnya, inti pacu dalam budaya industri adalah keteraturan waktu. Jam merupakan mesin kunci, ritme dalam menjalani suatu kegiatan diatur oleh jam. Berbeda dengan budaya tradisional yang tidak memandang jam sebagai pengatur hidup,tempo budaya, dan komunikasi interculturalterdapat berbagai jenis waktu yang membentuk sistem seseorang, yaitu waktu biologis, waktu fisiologis, waktu perseptual, waktu objektif, waktu psikologis, waktu sosial, dan waktu kultural. Tingkatan waktu ini saling bergantung satu samalainnya, dan bagaimana interaksi antar tingkatan waktu ini dalam diri seseorang akan menjadi kronemika’ prilaku orang tersebut baca juga teori perbandingan sosial.Taksonomi lingkungan waktutaksonomi dikembangkan sebagai usaha persial untuk mendefinisikan kronemika prilaku manusia. Digunakan unruk menganalisis dan menelaah prilaku waktu dan lingkungan waktu dari interaksi manusia. Bebepa hal yang berhubungan dengan konsep waktu ini antara lain dorongan waktu temporal drives, petunjuk waktu temporal signals, perkiraan waktutemporal estimates, sinyal waktu temporal signals, lambang waktu temporal symbols, motif waktu temporal motives, kepercayaan waktu temporal beliefs, penilaian waktu temporal judgments, dan nilai waktu temporal values.Demikian artikel mengenai model komunikasi antar budaya ini. Komunikasi antar budaya merupakan komunikasi yang dilakukan antara suatu individu atau kelompok dengan individu ataupun kelompok lain yang memiliki kebudayaan yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Kperbedaan prilaku komunikasi seseorang akan dipengaruhi oleh budayanya, sehingga diperlukan pemahaman budaya agar komunikasi antarbudaya dapat berjalan secara efektif baca juga strategi komunikasi efektif.Terdapat beberapa model komunikasi antar budaya menurut para ahli, diantaranya model komunikasi antar budaya menurut E. Porter & Larry A. Samovar, model komunikasi antar budaya menurut William B. Gudykunst dan Young Yun Kim; dan model dimensi waktu dalam komunikasi antarbudaya menurut Tom kata Semoga artikel ini bisa memberikan informasi yang anda butuhkan. Jika ada pertanyaan, penambahan, atau komentar yang membangun, silahkan tinggalkan pesan, dan jangan lupa berbagi ya jika anda merasa artikel ini bermanfaat!^^
Ruang Lingkup, Pengertian dan Dimensi Komunikasi Antar Budaya Olly Aurora KAB sebagai Suatu Fenomena Sosial Kemajuan yang luar biasa dibidang teknologi komunikasi telah menyebabkan dunia ini terasa sempit. Betapa tidak, untuk mengunjungi negeri-negeri yang jauh atau tempat wisata mancanegara tidak lagi harus datang secara fisik, cukup menyaksikannya melalui layar televisi atau internet. • Diawal pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono SBY beberapa kali melakukan telewicara dengan masyarakat dibeberapa propinsi dalam waktu yang bersamaan. Yudhoyono sepertinya memahami betul bahwa tidak mungkin dapat mengunjungi seluruh pelosok Indonesia yang terdiri dari puluhan ribu pulau, maka melakukan telewicara atau teleconference adalah pilihan yang tepat Fenomena inilah yang disebut Mc. Luhan sebagai global village, dimana ciri utamanya disandarkan kepada • Adanya keinginan akan keseragaman yang meningkat. • Adanya keinginan akan pengalaman yang sama. • Meningkatnya pengaruh media elektronik, seperti televisi, satelit komunikasi, antena parabola dan sebagainya Rumondor, 2001. KAB sebagai Suatu Fenomena Sosial • Pertemuan antara individu dengan latar belakang kebudayaan yang berlainan Samovar, 1981 • Masyarakat yang Meletzke, 1978 bersifat mobile dan dynamic • Perbedaan ekspektasi yang sering menimbulkan resiko Hall & Whyte, 1979 • Tumbuh rasa saling membutuhkan di seluruh dunia Schramm, 1976 Ruang Lingkup Komunikasi Antarbudaya Ruang lingkup komunikasi antarbudaya dapat dirinci ke dalam empat wilayah utama, yaitu • Mempelajari komunikasi antarbudaya dengan pokok bahasan proses komunikasi antarpribadi dan komunikasi antarbudaya termasuk di dalamnya, komunikasi di antara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan, suku bangsa, ras dan etnik. • Komunikasi lintas budaya dengan pokok bahasan perbandingan pola-pola komunikasi antarpribadi lintas budaya. Ruang Lingkup Komunikasi Antarbudaya • Komunikasi melalui media di antara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan namun menggunakan media. • Mempelajari perbandingan komunikasi massa, misalnya membandingkan sistem media massa antarbudaya, perbandingan komunikasi massa, dampak media massa, tatanan informasi dunia baru. Perlunya Mempelajari KAB • Litvin merinci sekurang-kurangnya 12 alasan mengenai pentingnya mempelajari komunikasi antarbudaya, yaitu 1. Dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk memahami keanekaragaman budaya sangat diperlukan 2. Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggota-anggota budaya tersebut meskipun nilai-nilai berbeda. 3. Nilai-nilai setiap masyarakat se”baik” nilai-nilai masyarakat lainnya. Perlunya Mempelajari KAB 4. Setiap individu dan/atau budaya berhak menggunakan nilainya sndiri. 5. Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola budaya mendasar yang berlaku. 6. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai budaya lain. Perlunya Mempelajari KAB 7. Dengan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk berhubungan dengan orang lain kita memperoleh pemahaman dan penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan masalah manusia. 8. Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan antarpribadi adalah suatu usaha yang memerluka kebranian dan kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang itu bagi pandangan dunia kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dia, tetapi semain berbahaya untuk memahaminya. 9. Pengalaman-pengalaman antarbudaya dapat menyenangkan dan menumbuhkan kepribadian. Perlunya Mempelajari KAB 10. Keterampilan-keterampilan komunikasi yang diperoleh memudahkan perpindahan seseorang dari pandangan yang monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan multikultural. 11. Perbedaan-perbedaan budaya menandakan kebutuhan akan penerimaan dalam komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut secara arbitrer tidaklah menyusahan atau memudahkan. Perlunya Mempelajari KAB 12. Situasi-situasi komunikasi antarbudaya tidaklah static dan bukan pula stereotip. Karena itu, seorang komunikator tidak dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Ia harus disiapkan untuk menghadapi suatu situasi eksistensial. Dalam konteks ini kepekaan, pengetahuan dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta dalam menciptakan lingkungan yang efektif dan saling memuaskan Mulyana, ed. , 2001 xi. Perlunya Mempelajari KAB • Kesadaran Internasional ; mobilitas yang meningkat, teknologi komunikasi & teknologi transportasi yang modern, kesadaran akan masalah-masalah dunia yang harus ditangani bersama perang, modernisasi, komunisme, globalisasi, terorisme, dsb • Kesadaran domestik ; munculnya pelbagai macam kelompok subbudaya yang menyimpang dari kebudayaan dominan masyarakat kaum homoseksual, pengemis, waria, PSK, dll • Kesadaran pribadi ; keadaan dunia yang memaksa “kita” menjadi sesorang yang secara sosial maupun psikologis merupakan produk dari pertemuan dan pencampuran macam-macam kebudayaan. Definisi KAB • Beberapa pakar mendefinisikan komunikasi antarbudaya dalam banyak perspektif, di antaranya 1. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antara suku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas sosial. 2. Samover dan Porter Komunikasi antarbudaya terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. Definisi KAB 3. Chaley H. Dood Komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta Liliweri, 2003 10. 4. Joseph De. Vito 1997 Komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda – antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai, atau cara berperilaku kultural yang berbeda Definisi KAB 5. Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss Komunikasi antarbudaya sebagai komunikasi antara dua anggota dari latar budaya yang berbeda, yakni berbeda rasial, etnik atau sosial-ekonomis. 6. Liliweri Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budaya. Dimensi – Dimensi KAB 1. Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan komunikasi Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. • Kawasan – kawasan di dunia budaya timur/barat, • Sub kawasan-kawasan di dunia budaya Amerika Utara/Asia, • Nasional/Negara budaya Indonesia/Perancis/Jepang , • Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara budaya orang Amerika Hutam, budaya. Amerika Asia, budya Cina Indonesia, • Macam-macam sub kelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis kelamin kelas sosial. Countercultures budaya Happie, budaya orang dipenjara, budaya gelandangan, budaya kemiskinan. Dimensi – Dimensi KAB 2. Konteks sosial tempat terjadinya KAB Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaan dalam hal unsur- unsur dasar dan proses komunikasi manusia transmitting, receiving, processing. Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran. Penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal serta hubungan-hubungan antarnya. Dimensi – Dimensi KAB Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang mempengaruhi proses-proses komunikasi antar budaya misalnya komunikasi antar orang Indonesia dan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antarkeduanya dalam berperan sebagai dua mahasiswa dari suatu universitas. Jadi konteks sosial khusus tempat terjadinya komunikasi antar budaya memberikan pada partisipan hubungan-hubungan antar peran. ekpektasi, norma-norma dan aturan- aturan tingkah laku yang khusus. Dimensi – Dimensi KAB Biasanya yang termasuk dalam studi KAB ; • Bisnis • Organisasi • Pendidikan • Politik • dsb Dimensi – Dimensi KAB 3. Saluran KAB • Antarpribadi • Media masaa SALURAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA ANTAR PRIBADI orang dg orang scra lgsg MEDIA MASSA radio, surat kabar, tv, film, majalah Istilah-Istilah yang berkaitan dengan KAB • International Communication ; interaksi antara struktur 2 politik atau negara 2 yang sering dilakukan oleh wakil 2 dari negara 2 atau bangsa 2 tsb. Sitaram, 1970 • International Communication ; proses komunikasi antara negara 2 atau bangsa 2 yang melampaui batas 2 negara. Meletzke, 1976 • Intracultural Communication ; terjadi antara individu 2 dari kebudayaan yang sama dan bukan antara individu 2 dari kebudayaan yang berbeda. Sitaram, 1970 Istilah-Istilah yang berkaitan dengan KAB • Minority Communication ; komunikasi antara anggota 2 subbudaya minoritas dengan anggota 2 budaya mayoritas yang dominan. Sitaram, 1970 • Transracial Communication ; orang 2 dari latar belakang etnik atau ras yang berbeda dalam suatu situasi interaksi verbal. Arthur Smith, 1971 • Interracial Communication ; komunikasi antara anggota 2 dari kelompok 2 rasial yang berbeda. Rich, 1974 • Contracultural Communication ; komunikasi antar anggota 2 dari dua kebudayaan asing satu sama lain, tetapi secara relatif sejajar, dalam suatu hubungan kolonial dimana satu kebudayaan dipaksa untuk tunduk pada kebudayaan yang lain. Rich, 1974 Istilah-Istilah yang berkaitan dengan KAB • Countercultural Communication ; interaksi antara anggota 2 suatu kelompok subbudaya atau budaya yang anggota 2 nya terasingkan dari kebudayaan atau masyarakat yang dominan, tetapi secara aktif dapat melawan nilai 2 tadi, sehingga seringkali menghasilkan konflik. Peosser, 1978 • Dodd 1982 membagi situasi perbedaan antarbudaya khususnya yang bisa dimasukkan ke dalam pengertian komunikasi subbudaya subcultural communication ke dalam a. Interethnic Communication ; kumpulan orang yang dapat dikenal secara unik dari warisan tradisi kebudayaan yang sama, seringkali asalnya bersifat nasional. Contoh italian-american, mexican-american Istilah-Istilah yang berkaitan dengan KAB b. Interracial Communication ; komunikasi dengan latar belakang ras yang berbeda. Ras diartikan sebagai ciri 2 penampilan fisik yang diturunkan diwariskan secara genetik. c. Countercultural Communication ; melibatkan orang 2 dari budaya pokok yang berkomunikasi dengan orang 2 dari subbudaya yang terdapat dalam budaya pokok tadi. d. Social Class Communication ; perbedaan antara orang 2 berdasarkan status yang ditentukan oleh pendapatan, pekerjaan dan pendidikan, perbedaan ini menciptakan kelas 2 sosial dalam masyarakat. e. Group Membership ; unit 2 subbudaya yang cukup menonjol berdasarkan homogenitas dalam karakteristik ideologi dan loyalitas kelompok.
dimensi dimensi komunikasi antar budaya